TEMPO.CO, Jakarta - Bantaran Kali Jodo yang berada di perbatasan antara wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Timur dikenal luas sebagai tempat lokalisasi. Tahun depan, Pemerintah DKI Jakarta berencana menggusur kawasan yang terletak di Jakarta Utara ini. "Ini bukan kejadian pertama. Tahun 1994, ada 32 rumah yang diratakan oleh pemerintah dan jadi lapangan," ujar Syaifullah, Ketua RW 10 Kelurahan Tambora, Jumat, 5 Desember 2014.
Syaifullah menetap di RW 10 sejak 1971. Saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia yakin dengan ingatannya bahwa bantaran Kali Jodo saat itu sudah beroperasi sebagai tempat hiburan malam. "Saat itu Kali Jodo sudah ada dan sudah seperti itu," ujarnya sambil membenarkan posisi duduknya.(Baca:Januari 2015, Penggusuran Kalijodo Dimulai)
Beragam cerita heboh di Kali Jodo tak membuat ia kaget. Isu penggusuran seperti yang beredar saat ini bukan hal baru baginya. Pada masa kepemimpinan Wali Kota Jakarta Barat Sutardjianto, lokalisasi yang menempati wilayah administrasi Jakarta Barat diratakan dengan tanah, berganti menjadi lapangan. "Saat itu protes juga banyak," ujarnya.
Cerita heboh tak berhenti sampai di situ. Ia juga ingat, pada Maret 2013 ada dua kelompok warga pendatang, Makassar dan Jawa Barat, yang terlibat bentrok. Tak jelas benar awal mula bentrokan, tetapi, akibat bentrokan itu, seluruh warga RW 10 yang perempuan harus mengungsi di masjid di dekat kantor Kecamatan Tambora. "Warga pendatang asal Jawa Barat yang laki-laki tak ada yang di sini. Ada yang di rumah saudara, ada yang di kampungnya di Jawa Barat," ujarnya mengenang peristiwa yang sempat menghadirkan hujan batu dan anak panah itu.
Selanjutnya: Cerita di Awal Tahun 2014