TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memaklumi penolakan Pertamina terkait dengan rencana pembubaran PT Pertamina Trading Energy (Petral). Sudirman menilai penolakan itu karena Pertamina adalah pemegang saham Petral. (Baca: Pertamina Ngotot Pertahankan Petral)
Meski demikian, Sudirman melanjutkan, pemerintah sebagai pemegang saham dari Pertamina punya kebijakan yang lebih luas dari sekadar kepentingan korporasi. "Yakinlah, kami pemegang saham (Pertamina) akan melakukan pertimbangan matang," kata Sudirman di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Ahad, 7 Desember 2014. (Baca: Ini Tempat Bercokol Mafia Migas)
Karena itu, menurut Sudirman, semua pihak tidak perlu apriori tentang rencana pembubaran Petral. Termasuk mereka yang beranggapan Petral harus dibubarkan. Yang diperlukan, menurut Sudirman, adalah tim independen untuk menganalisis keberadaan Petral dengan mempertimbangkan semua hal. (Baca: Ini Nama-nama Direksi Baru Pertamina)
Petral, kata dia, bisa saja dibubarkan pemerintah secepatnya. "Kalau mau grasa-grusu bisa saja kami mengikuti apa yang dimaui publik," katanya. Tetapi, Sudirman berujar, pemerintah menunggu rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas terkait dengan evaluasi kinerja Petral. (Baca: Isi Seminar, Faisal Basri dan Petral Bersahutan Soal Mafia Migas)
Bagi Sudirman, keputusan dibubarkan atau tidaknya Petral pasti menuai pro dan kontra. "Yang penting basisnya kuat, sehingga kalau dipersoalkan kami bisa jelaskan," katanya. (Baca: Cara Bos Baru Pertamina Basmi Mafia Migas)
Sebelumnya, juru bicara PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir, mengatakan Petral masih dibutuhkan. Layaknya perusahaan minyak dunia lain, Pertamina memerlukan perusahaan perwakilan di Singapura.
"Hampir semua perusahaan minyak dunia memiliki trading arm di Singapura. Terus apa yang salah?" katanya, Sabtu, 6 Desember 2014. Menurut dia, perusahaan semacam Petral dibutuhkan untuk mempermudah komunikasi dengan perusahaan lain. "Yang penting Petral sudah melakukan kinerja secara transparan."
Adapun Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan rantai perdagangan impor minyak diganggu jaringan mafia yang berkolaborasi dengan Petral. Faisal mengaku menerima banyak laporan dari orang dalam Pertamina maupun Petral. "Ada calonya. Mereka dapat fee US$ 80 ribu per transaksi pengapalan minyak impor," kata Faisal.
ALI HIDAYAT
Topik terhangat:
Golkar Pecah | Wakil Ahok | Kasus Munir | Interpelasi Jokowi | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Kubu Ical: Peserta Munas Ancol Diberi Rp 500 juta
Munas Golkar Tandingan Dapat Restu Jusuf Kalla
Jokowi Kaget Lihat Jakabaring
Begini Cara 13 Polisi di Kudus Menyiksa Kuswanto