TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan akan menyusun beragam peraturan untuk memperbaiki kualitas penganggaran di daerah. Salah satunya untuk mencegah pemborosan anggaran daerah. "Kami ingin stop pemborosan," kata dia.
Tjahjo mengatakan ini saat berbicara di depan gubernur dan perwakilan pemerintah daerah serta DPRD dari 34 provinsi dalam seminar bertema pencegahan korupsi di Graha Sabha Pramana, Universitas Gajah Mada. Acara itu merupakan salah satu seminar di Festival Anti Korupsi yang digelar olem Komisi Pemberantasan Korupsi di UGM, Rabu, 10 Desember 2014.
Salah satu contoh pemborosan, Tjahjo melanjutkan, terjadi di hari pertama ia bertugas sebagai Menteri Dalam Negeri. Saat itu, ada rombongan 40 orang, yang terdiri dari anggota DPRD dan pejabat pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menemuinya. (Baca: Ahok Hemat Anggaran Honor dan Rapat Rp 2,3 Triliun)
Rombongan itu datang hanya untuk bertanya mengenai perdebatan mengenai keabsahan penulisan nama provinsi untuk Daerah Iistimewa Yogyakarta. Mereka bertanya ke Tjahjo karena sedang membahas Peraturan Daerah mengenai nama resmi pemerintahan DIY. "Ternyata hanya untuk tanya masalah ini, saya jawab, mau pakai boleh, tidak pakai ya boleh," kata Tjahjo yang disambut tawa peserta seminar.
Pertemuan itu, menurut Tjahjo, hanya berlangsung sekitar sepuluh menit. Akhirnya nama resmi pemerintahan di DIY memang tak memakai kata provinsi. "Saya tidak tahu itu, SPJ-nya (Surat Pertanggungjawaban) mau dibuat 30 hari atau berapa hari," kata Tjanjo menyindir.
Baca Juga:
Kejadian seperti itu ternyata terus berulang. Saban hari, Tjahjo selalu kedatangan tamu perwakilan anggota DPRD dari seluruh Indonesia. Jumlah rata-ratanya bisa 13 kali dalam sehari. "Kalau mau jujur, itu memang untuk income tambahan," kata Tjahjo.
Dia mengaku heran banyak anggota DPRD masih butuh konsultasi dengan Kemendagri untuk membahas peraturan daerah. Padahal, sudah tidak terhitung berapa kali mereka mengikuti bimbingan teknis yang digelar oleh Kemendagri selama ini. (Baca: Malang Anggarkan Rp 5,1 Miliar untuk Mobil DPRD)
Contoh pemborosan lainnya ialah besarnya pemasukan bagi pejabat kepala daerah. Selama ini, ada rata-rata gubernur hanya menerima gaji sebanyak Rp8-15 juta setiap bulan. Tapi, ada salah satu gubernur yang mengaku bisa menerima pemasukan Rp80 miliar dalam setahun.
Pemasukannya bisa membesar hingga berlipat-lipat dari gaji resmi karena menerima pembagian upah pungut pajak kendaraan bermotor di daerahnya. Tjahjo sudah meminta agar pemasukan itu dipotong hingga tertinggal menjadi Rp10 miliar. "Itu hanya pemasukan dari satu sisi (jenis pajak) saja," kata dia.
Makanya, Tjahjo getol mengusulkan ada kenaikan gaji kepala daerah. Sebaliknya, dia berencana merumuskan peraturan yang memangkas drastis pemasukan kepala daerah dari luar gaji resmi. "Sejak tahun 2000 gaji kepala daerah selalu kecil," kata dia. (Baca juga: AJI Yogyakarta Kecam Program Press Tour DPRD)
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Berita terpopuler:
Rahasia Jokowi Mencegah Pejabat Korupsi
Dapat Banyak Tekanan, Ical Halalkan Segala Cara
Sopir Jadi Pelaku, Blue Bird: Kami Tak Terlibat
Amerika Dukung Menteri Susi Tenggelamkan Kapal