TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur yang mungkin memutuskan suku bunga acuan (BI Rate) tetap di level 7,75 persen hari ini, 11 Desember 2014.
Ekonom PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan BI Rate bisa bertahan dengan mempertimbangkan ekspektasi inflasi yang relatif terjaga pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Kenaikan inflasi sudah diantisipasi ketika BI menaikkan suku bunga sebanyak 25 basis point pada rapat gubernur 18 November lalu."
Menurut Lana, ada kemungkinan BI hanya akan menaikkan suku bunga fasilitas deposito (FasBI) sebesar 25 basis point menjadi 6 persen untuk menarik likuiditas rupiah dari perbankan. "Pergerakan rupiah yang terus menunjukkan pelemahan di atas level 12.300 per dolar tampaknya akan menjadi pertimbangan bank sentral."
Meski begitu, Lana menilai pelemahan nilai tukar rupiah tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor dalam negeri, tetapi ada juga peran faktor eksternal. Penguatan dolar AS terhadap mata uang kuat dunia berimbas melemahnya rupiah. Selain itu, penurunan tajam harga minyak mentah dunia ke level US$ 60 per barel turut memicu penguatan safe haven.
Sementara itu, analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, berpendapat suku bunga sebaiknya dinaikkan. "Selain adanya potensi lonjakan inflasi 2 persen di akhir tahun, kenaikan BI Rate juga bertujuan mengerem penarikan dana asing dari pasar finansial."
Menurut Lukman, depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini menunjukkan adanya pengalihan risiko ke aset-aset yang lebih aman, terutama dolar. Karena itu, untuk mengantisipasinya, perlu instrumen moneter tambahan. "BI Rate sebaiknya dinaikkan menjadi 8 persen."
M. AZHAR
Topik terhangat:
Golkar Pecah | Kasus Munir | Interpelasi Jokowi | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Busyro: Menteri Susi Adalah Siti Hajar Abad Ke-21
Militer Intimidasi Pemutaran Film Senyap di Malang
Setelah Berseteru, Hashim dan Ahok Mesra
Menkeu: Ada Pemilik Lamborghini Lolos dari Pajak