TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) segera dijadikan prioritas dalam program legislasi nasional tahun depan. Namun, rancangan beleid tersebut masih memicu pro-kontra. Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap aturan baru itu akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Kalau perubahan itu memang perlu dilakukan, korupsi harus tetap dilihat sebagai kejahatan luar biasa, jangan di-downgrade jadi kejahatan biasa," kata juru bicara KPK, Johan Budi, Jumat, 12 Desember 2014.
Menurut Johan, KPK sudah mengkaji perubahan dalam draf undang-undang tersebut melalui diskusi dengan berbagai pihak. Kajian KPK, kata Johan, menemukan kelemahan dalam draf yang dapat menghambat pemberantasan korupsi oleh KPK.
Di antaranya, sebagaimana dimuat dalam situs KPK, RUU KUHP merekodifikasi beberapa kejahatan luar biasa, yaitu korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, terorisme, narkotik, dan pencucian uang. Pengesahan draf beleid ini menjadi KUHP yang baru akan membawa implikasi hukum tidak berlakunya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Pencucian Uang, sehingga menghapus eksistensi dan kewenangan KPK. (Baca: Benarkah Foke Dincar KPK di Kasus Rekening Gendut?)
"Kalau belum ada perubahan dalam draf tersebut, KPK akan tetap menolak RUU KUHP," ujar Johan.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi mengatakan tim khusus masih bekerja untuk menyempurnakan draf RUU KUHP sebelum diserahkan untuk dibahas DPR. Menurut Wicipto, ada perubahan pada draf baru ini dibanding yang sudah diserahkan pada DPR sebelumnya. "Bicara persentase perubahan agak sulit, tapi yang pasti ada yang dikeluarkan dan ada yang ditambah," katanya.
Perubahan itu, ujar Wicipto, dilakukan untuk merespons kritik dan masukan tentang RUU KUHP dari berbagai pihak, termasuk KPK. Dia juga mengingatkan bahwa yang tertuang dalam RUU KUHP belum harga mati. "Masih ada kesempatan untuk memberikan masukan dan dibahas bersama di DPR."
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Baca berita lainnya:
Ditemukan, Kapal Selam Nazi Menyusup ke Laut Jawa
Netizen: Fahrurrozi Gubernur FPI sampai Kiamat
Pemred Jakarta Post Jadi Tersangka Penistaan Agama
Kubu Ical Mau Rapat di Slipi, Yorrys: Siapa Lu