TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut menemukan bangkai kapal selam Jerman (biasa disebut Unterseeboot atau U-boat) di Laut Jawa. Di badan kapal tersebut ditemukan lambang Nazi. Hal tersebut memunculkan banyaknya spekulasi ihwal hubungan Nazi dengan Indonesia. (Baca: Kisah Orang Indonesia Ditahan Nazi di sini)
Majalah Tempo pada September 2006 menulis tentang sosok Parlindoengan Loebis (1910-1994). Ketua Perhimpoenan Indonesia periode 1936-1940 ini diciduk tentara Nazi pada akhir Juni 1941. Di era itu, organisasi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Belanda yang dia pimpin itu gencar melawan fasisme Jerman.
Ia diciduk dua polisi rahasia Belanda di rumah sekaligus tempat prakteknya sebagai dokter di Amsterdam. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Leiden, Belanda, itu dibawa ke Euterpestraat, markas Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman.
Sejak itu, lelaki berdarah Batak itu harus meringkuk di empat kamp konsentrasi Nazi selama empat tahun: Kamp Schoorl dan Amersfoort di Belanda, serta Buchenwald dan Sachsenhausen di Jerman.
Parlindoengan lahir pada 30 Juni 1910 di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Ia datang dari keluarga berada, sehingga memungkinkannya bersekolah hingga sarjana. Setamat MULO (setingkat sekolah menengah pertama) di Medan pada 1927, ia melanjutkan ke AMS (sekolah menengah atas) di Jakarta.
Selain Parlindoengan, ada nama Djajeng Pratomo yang juga aktivis Perhimpoenan Indonesia. Djajeng pernah ditahan di kamp konsentrasi Nazi di Dachau, Muenchen. Kamp Dachau disebut-sebut sebagai kamp konsentrasi Nazi yang paling kejam dan banal.
Pada 18 Januari 1943, rumah Djajeng Pratomo dan rekannya sesama mahasiswa Moen Soendaroe digerebek oleh Sicherheitsdienst (tentara Nazi). Djajeng diangkut dengan truk ke Kamp Vaught. Ia kemudian dijebloskan ke Kamp Dachau.
TIM TEMPO
Terpopuler
Pemred Jakarta Post Jadi Tersangka Penistaan Agama
Benarkah Hitler Sesungguhnya Hidup di Sumbawa?
Jay Subiakto Kecewa pada Jokowi, Untung Ada Susi
Bertemu, SBY Nasihati Prabowo