TEMPO.CO, Jakarta - Berkurangnya permintaan dolar korporasi di dalam negeri kemungkinan menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Pengamat pasar uang Lindawati Susanto memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan mereda seiring dengan surutnya kebutuhan dolar korporasi di pasar spot dan antar-bank.
Menurut Lindawati, puncak permintaan dolar sudah terjadi sejak Senin, 15 Desember 2014 dan berlanjut beberapa hari sesudahnya. "Pelemahan rupiah hari ini diharapkan tidak separah sebelumnya,” katanya. (Baca: Alasan Jokowi, Pelemahan Rupiah Tidak akan Lama.)
Dalam transaksi di pasar uang, Selasa, 16 Desember 2014. Rupiah melemah 12 poin (0,09 persen) ke level 12.725 per dolar Amerika Serikat. Pada awal perdagangan, volatilitas rupiah sangat tinggi hingga sempat menembus level 12.900 per dolar AS. (Baca: Strategi Jokowi, Atasi Pelemahan Rupiah.)
Menurut Lindawati, melonjaknya permintaan korporasi pada akhir tahun telah membuat pergerakan rupiah lebih liar dibanding mata uang regional Asia lainnya. Hal itu terjadi karena likuiditas dolar di pasar keuangan terbatas. Meski bank sentral telah mengintervensi, jumlahnya tidak terlalu besar. "Selain itu, minimnya suplai disebabkan oleh banyaknya orang yang tidak mau menjual dolar," katanya. (Baca: Bila Rupiah Jeblok Rp 16 Ribu per US$, Ini Kata BI.)
Pelemahan rupiah dipicu oleh penguatan dolar AS terhadap semua mata uang dunia. Rilis data indeks HSBC, manufaktur Cina yang melambat ke level 49,5 serta turunnya harga minyak mentah mendekati US$ 55 per barel semakin menopang penguatan dolar AS. Investor mulai menjauhi aset-aset berisiko dan beralih ke dolar AS.
Di sisi lain, Lindawati menjelaskan, spekulasi pengetatan moneter lebih lanjut oleh bank sentral AS (The Fed) akan mendorong investor global mengalihkan dana ke Amerika. Apalagi adanya iming-iming kenaikan suku bunga deposito dan imbal hasil obligasi 10 tahun di AS juga mulai naik.
Lindawati memperkirakan hari ini rupiah masih akan ditransaksikan di level 12.700 per dolar AS dengan kecenderungan melemah. Antisipasi pasar terhadap pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) The Fed masih menjadi katalis positif bagi dolar AS. "Potensi pelemahan rupiah masih ada, tapi volatilitasnya tidak akan terlalu liar.”
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Begini Akhir Teror Penyanderaan di Australia
Dua Sandera Tewas, Korban Teror di Australia
Teror di Sydney, #illridewithyou Cegah Benci Islam