TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan berdampak besar bagi industri yang menggunakan bahan baku impor.
"Mereka akan terkena dampak yang paling maksimal," ujar Harjanto kepada Tempo di Kementerian Perindustrian, Kamis, 17 Desember 2014. Menurut dia, imbas tersebut mincul karena tidak adanya kepastian kurs yang akhirnya dapat mempengaruhi kinerja industri. (Baca: Rabu Sore, Rupiah Jadi Mata Uang Terkuat di Asia)
Pernyataan tersebut merespons gejolak rupiah belakangan ini. Pada siang hari ini, kurs tengah Bank Indonesia mencatat kurs rupiah berada di level 12.720 per dolar AS atau menguat ketimbang posisi kemarin di 12.900 per dolar AS. (Baca: Rupiah Loyo, Menhan Cemas Harga Alutsista Bengkak)
Menurut Harjanto, industri dalam negeri saat ini banyak bergantung pada bahan baku impor. "Dari cost structure didapatkan data suatu industri sebanyak 20-60 persen menggunakan bahan baku impor," tuturnya. Sehingga, langkah yang dilakukan semestinya memperbaiki stabilitas kurs rupiah tersebut. (Baca: Cinta Rupiah, BI Minta Pengusaha Tolak Dolar)
Tidak hanya pengaruh kurs, persoalan kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi juga mempengaruhi industri. "Tapi itu hanya permasalahan logistik," kata Harjanto. Hal lain juga mempengaruhi, misalnya, persoalan beban listrik dan pasokan energi gas terhadap industri.
TRI SUSANTO SETIAWAN
Berita terpopuler:
Strategi Jokowi Atasi Pelemahan Rupiah
Beda Cara Jokowi dan SBY Meredam Rupiah Jeblok
Selain Amerika, Negara Ini Bikin Rupiah Anjlok