TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung hingga saat ini belum merumuskan aturan teknis terkait permohonan peninjauan kembali berkali-kali. Padahal, beleid aturan yang disebut juga Peraturan Mahkamah Agung itu direncanakan selesai saat pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2014 lalu.
"Masih berjalan di kelompok kerja penyusunan rancangan peraturan itu," kata Ridwan Mansyur, kepala biro Hukum dan Humas MA, di kantor Sekretariat Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Desember 2014. "Belum jadi." (Baca: Ini Dua Calon Hakim Konstitusi Pilihan MA )
Perumusan Perma ini terkait dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang diajukan oleh bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. Mahkamah menilai pengajuan PK yang hanya satu kali seperti tertulis dalam Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan rasa keadilan. (Baca: Kasus Sogok, Tiga Hakim Praya Juga Diperiksa )
Akibatnya, Mahkamah membatalkan Pasal itu dan terpidana boleh mengajukan permohonan PK lebih dari satu kali atau berkali-kali. Ridwan mengatakan setelah MK membuat putusan itu, belum ada ketentuan secara jelas yang mengatur proses permohonan PK. (Baca: Denda Asian Agri Tak Dapat Dialihkan)
"Seperti, bagaimana mekanisme dan pengajuan PK untuk yang kedua kalinya, tata caranya belum ada dan itu yang sedang kami bahas," kata Ridwan. "Sepanjang sedang dibahas, kami saat ini memberikan kewenangan kepada pengadilan negeri untuk membuat peraturan sementaranya dulu. Karena pengadilan negeri merupakan pintu masuk permohonan PK."
Adapun kelompok kerja penyusun Perma itu dipimpin oleh Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar. Ridwan berharap penyusunan Perma itu dapat diselesaikan secepafg mungkin untuk selebihnya ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
REZA ADITYA
Berita terpopuler:
Rupiah Jeblok, SBY Bela Jokowi
Rabu Sore, Rupiah Jadi Mata Uang Terkuat di Asia
Rupiah Jeblok, SBY Curhat di Twitter