TEMPO.CO, Jakarta - Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono berbagi pengalaman menghadapi krisis ekonomi saat sepuluh tahun memimpin Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambilnya sering disebut SBYNomics. (Baca: SBY Minta Rakyat Tak Salahkan Jokowi)
"Tekanan ekonomi ini ada yang sifatnya global, ada juga yang bersifat nasional," cuit SBY melalui akunnya, @SBYudhoyono, yang diakses Tempo, Kamis, 18 Desember 2014. (RupiahJeblok, SBY Bela Jokowi)
Faktor global dipengaruhi kebijakan bank sentral AS, turunnya pertumbuhan Cina, dan stagnasi ekonomi Eropa. Sedangkan faktor nasional seperti adanya defisit perdagangan dan anjloknya nilai ekspor kelapa sawit, batu bara, dan lainnya.
Pada Oktober 2013, ia telah meramalkan Indonesia sebagai emerging countries akan menghadapi tantangan. Antara lain berupa perlambatan pertumbuhan serta jatuhnya harga komoditas pertanian dan mineral. Ia berpikir, era dolar murah sudah usai dan memperkirakan nilai rupiah menembus Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat. (Baca: Rupiah Jeblok, SBY Curhat di Twitter)
"Itulah sebabnya saya tetapkan pertumbuhan yang realistis 5-6 persen, tak memberikan angin surga sampai 7 persen," cuit SBY. (Rupiah Loyo, Jokowi Panggil Menteri ke Istana)
Hal ini disebabkan nilai rupiah Indonesia yang ditentukan oleh faktor supply dan demand, kebijakan moneter bank sentral AS, dan juga spekulasi pasar. Dengan demikian, SBY tak berani menargetkan pertumbuhan tinggi. Namun situasi perekonomian global tetap menekan investasi di Indonesia, kendati iklim, perizinan, dan infrastruktur terus diperbaiki.
"Karenanya, sumber pertumbuhan yang sungguh dijaga adalah konsumsi rumah tangga dan pembelanjaan pemerintah," kata SBY. (Beda Cara Jokowi dan SBY Meredam Rupiah Jeblok)
Langkah itu ditempuh dengan cara menaikkan harga bahan bakar minyak pada 2013 lalu. Cara ini, menurut dia, dilakukan agar bisa menghemat anggaran hingga Rp 43 triliun. Ia mengatakan, ketika terjadi kenaikan harga, maka secara moral, sosial, dan ekonomi, pemerintah wajib membantu golongan miskin. "Dengan demikian sektor riil tetap bergerak dan tak perlu ada PHK, karena barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah tetap dibeli rakyat." cuit SBY.
SBY mengatakan, apabila caranya dinilai salah oleh pemerintah Joko Widodo, ia mempersilakan pemerintah mencari solusi lain yang cocok. Namun ia meminta pemerintah untuk tak menyalahkannya atas krisis yang terjadi saat ini. "Itulah yang dulu saya lakukan, selamat bekerja. Insya Allah bapak dan ibu yang sedang mengemban amanah bisa juga sukses," katanya. (Baca: Jokowi: Rupiah Jeblok, Industri Bisa Dapat Untung)
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler:
Imam Prasodjo Ucapkan Innalillahi... pada KPK
Ini Daftar Peneliti Paling Luar Biasa Indonesia
Begini Pembubaran Nonton Film Senyap di AJI Yogya
Ditanya Rekening Gendut, Aher: Saya Enggak Punya!
Ormas Larang ISI Yogya Putar Film Senyap