TEMPO.CO, Lima - Dingin menyergap Cusco, Peru, Amerika Latin. Sekujur tubuh menggigil. Tengkuk, leher, hingga ubun-ubun terasa seperti ditusuk-tusuk. Pusing mendera kepala. Jantung berdegup semakin kencang. Sebagian orang mimisan karena tak tahan.
Ini terjadi karena Cusco berada di ketinggian 3.400 meter di atas permukaan laut. Inilah kota dengan oksigen paling tipis di dunia karena ketinggiannya. (Baca: Isu Lingkungan Maritim Dibahas di Konferensi Peru)
Sebagian turis dari banyak negara yang ikut tur keliling Cusco mengeluh sakit di kepala. "Pusingnya menghujam hingga ke kepala bagian belakang. Jantung saya juga kian berdegup," kata turis asal Indonesia, Tifa Asrianti, Senin sore, 8 Desember 2014, waktu Cusco, Peru.
Tempo berada di Peru untuk meliput Konferensi Perubahan Iklim yang berlangsung di Lima, Peru, sejak Senin, 1 Desember hingga Sabtu, 13 Desember 2014, waktu Lima, atau Ahad, 14 Desember 2014, waktu Jakarta. (Baca: Tari Indonesia Buka Konferensi Iklim di Lima, Peru)
Cusco atau Qosqo dalam bahasa Quecha, bahasa asli penduduk di kawasan pegunungan Andes, Amerika Latin, merupakan kota yang dikenal sebagai kota dengan peradaban kuno di dunia. Kota ini menjadi ikon pariwisata di Amerika Latin.
Cusco menjadi situs penting di Peru setelah Machu Picchu. Di tempat ini terdapat peninggalan kerajaan Inca yang memukau. Pengunjung perlu waktu setidaknya 90 menit menuju Cusco menggunakan pesawat dari Lima, Peru. (Baca: Perdebatan Emisi di Konferensi Perubahan Iklim)
Di Cusco, rombongan turis berkeliling menggunakan bus yang disiapkan perusahaan travel wisata bersama pemandu. Tempat pertama yang dijejaki adalah Plaza de Armas atau pusat kota. Di sini terdapat bangunan megah bergaya kolonial, yaitu katedral berlapis emas. Bangunan ini sebelumnya adalah tempat suku Inca yang kemudian dihancurkan bangsa Spanyol.
Katedral mulai dibangun sekitar tahun 1560 oleh keturunan suku Inca. Mereka banyak yang meninggal ketika membangun katedral dalam penjajahan Spanyol. Arsitek bangunan ini adalah Juan Miguel de Veramendi. Di dalam katedral ini terdapat patung bunda Maria, Jesus, dan lambang segitiga khas suku Inca yang menggambarkan kehidupan. (Baca: Konferensi Perubahan Iklim Sorot Korupsi Indonesia)
Ada pula lukisan megah berlapis emas. Sayang, semua bagian di dalam gereja dan lukisan terlarang untuk difoto. "Menteri Kebudayaan melarang pengunjung memotret supaya tak diduplikasi," kata pemandu wisata, Jhoan.
Setelah Katedral Cusco rombongan menelusuri jalan yang mirip gang menuju istana Qorikancha. Istana ini penuh hiasan emas. Di sini terdapat tempat pemujaan matahari. (Baca: Cuit Rem dan Perang Klakson di Lima, Peru)
Sacsayhuamon adalah rute selanjutnya. Konstruksi bangunan bebatuan raksasa ribuan ton ini terletak dua kilometer dari Kota Cusco. Tempat ini punya ketinggian 3.600 meter di atas permukaan laut.
Tak semua rombongan menjejakkan kaki di tempat ini. Sebagian menghemat energi untuk perjalanan wisata di hari berikutnya. Mereka kelelahan dan merasa pusing. Jhoan menawari turis untuk menyeruput minuman dari daun teh koka hangat. Daun koka merupakan sejenis tanaman kokain yang ampuh mengobati orang yang mengalami pusing akibat tipisnya oksigen. (Baca: Jumpa Saudara Asal Indonesia di Arequipa, Peru)
Daun koka legal di Peru, Colombia, Ekuador, dan Argentina. Penduduk pegunungan Andes menggunakannya sebagai obat. Di Peru, daun koka dijual bebas di pasaran. Ada pula teh koka dalam bentuk teh kemasan dan permen. Daun koka, menurut resepsionis hotel di Cusco, Carlos, tumbuh subur di Quillabamba, sebuah kota kecil di selatan Peru. "Perlu enam jam menuju ladang koka di Quillabamba," katanya.
SHINTA MAHARANI (CUSCO, PERU)
Baca berita lainnya:
Wajah Ical Lenyap dari Markas Golkar
Beda Cara Jokowi dan SBY Meredam Rupiah Jeblok
Imam Prasodjo Ucapkan Innalillahi... pada KPK
Gara-gara Ahok, Pengusaha Rugi Rp 190 Triliun
RCTI Kena Semprot Tayangkan Ashanty Melahirkan