TEMPO.CO , Yogyakarta:Kepala Badan Geologi Surono menegaskan tak ada cara yang efektif untuk meminimalkan dampak di kawasan rawan tanah longsor di Banjarnegara selain mengosongkan permukiman rawan. "Longsor itu sudah sifat tanah. Seperti watak manusia, sulit diubah," kata pria yang akrab disapa Mbah Rono itu setelah menggelar koordinasi tentang penanganan tanah longsor Banjarnegara bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Yogyakarta Jumat, 19 Desember 2014.
Karakter tanah rawan longsor yang sulit diperbaiki itu tersebar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Banjarnegara hingga Wonosobo, seperti Dieng. Di dua daerah Jawa Tengah itu, disebutkan, seluruh kecamatannya punya frekuensi gerakan tanah tingkat menengah-tinggi. "Meski dengan upaya vegetasi, dihutankan, dengan jenis tanaman apa pun sifatnya hanya memperlambat sebentar longsoran." (Baca juga: Ini Daftar 85 Korban Tewas Longsor Banjarnegara)
Tak ada jalan selain merelokasi warga agar tak tinggal di daerah rawan longsor. Tapi, kata dia, sulit menjelaskan kepada masyarakat ihwal daerah rawan longsor. "Karena yang paling rawan longsor, ya, yang tanahnya subur itu, kaya air, dan mudah diolah, semua menyemut tinggal di situ," kata Mbah Rono. (Baca juga: Relawan Longsor Banjarnegara Tewas Saat Evakuasi )
Gerakan tanah di daerah seperti Banjarnegara, terutama di kaki bukit yang curam dan banyak air, sudah terlalu sering terjadi. Bahkan sejak 1955 sudah terjadi peristiwa tanah longsor besar di Banjarmangu, Banjarnegara, yang memakan 322 jiwa.
Badan Geologi rutin memetakan daerah rawan longsor per kabupaten dalam dokumentasi yang diperbarui tiap bulan. Satu kawasan dibagi menjadi tiga tingkatan zona: merah, kuning, hijau. Banjarnegara, juga kawasan Wonosobo-Dieng, Jawa Tengah, dalam dokumen itu termasuk daerah yang banyak zona merah dan kuning. "Warga akan sulit menyelamatkan diri jika berada di longsoran zona merah.” Seperti halnya tragedi di Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, lalu yang termasuk zona merah. "Air sangat jenuh, membentuk lumpur yang gampang meloncat karena kecepatan air lumpur itu luar biasa mematikan."
Sejak 6 Desember lalu, Badan Geologi sudah menyebarkan dokumen potensi gerakan tanah di seluruh Indonesia kepada 34 pemerintah provinsi. Dalam dokumen itu, Badan Geologi sudah memetakan geografis detail wilayah aman dan bahaya tiap kabupaten dengan menandainya lewat tiga kategori zona: merah (sangat berbahaya), kuning (rawan), dan hijau (aman). "Kami harap pemerintah mau memperhatikan data rawan bencana itu. Kami update tiap bulan."
Kepala BNPB Syafii Maarif mengatakan mulai kemarin pihaknya memasang 20 alat deteksi dini longsor (ekstensometer) di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. "Semua alat itu kami minta dijaga dan dirawat," kata Syafii.
Sementara itu, tim SAR berusaha mengangkat jenazah korban longsor, yakni seorang ibu yang sedang memeluk anaknya dengan kepala sang anak di dadanya. “Ibu-anak ini terjepit tembok sehingga sulit dievakuasi,” kata Kepala Seksi Operasi Basarnas Jawa Tengah, Tri Joko Priyono, di lokasi longsor Dusun Jemblung, Desa Sampang Karangkobar, kemarin.
PRIBADI WICAKSONO | ARIS ANDRIANTO
Berita lain:
Ucapan Natal, Yenny Wahid: Jokowi Jangan Dengar FPI
Final Piala Dunia Antarklub, Madrid Kejar Sejarah
Menteri Susi Piloti Pesawatnya Keliling Sumatera