TEMPO.CO, Jakarta - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan penghentian impor Premium atau Research Octane Number (RON) 88. Proses penghentian tersebut ditargetkan bisa dilaksanakan dalam lima bulan ke depan.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Pertamina, mereka bilang bisa 2 bulan, tapi itu mepet sekali, jadi kami beri waktu lima bulan," kata Ketua Tim Reformasi Faisal Basir dalam konferensi pers di gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ahad, 21 Desember 2014.
Menurut Faisal, pemberian waktu transisi ini untuk memberi kesempatan kepada Pertamina melakukan pembaruan kilang-kilang lainnya. Selama ini, hanya kilang Balongan yang bisa memproduksi Oktan 92 atau biasa disebut Pertamax. (Baca: Tim Anti-Mafia Migas: Stop Impor Premium!)
Faisal menuturkan waktu transisi selama lima bulan ini juga mencukupi karena pada dasarnya kilang-kilang milik Pertamina sudah bisa menghasilkan Pertamax. "Cuma bentuknya Pertamax off jadi masih butuh menambahkan MTBE (methyl tert-butyl ether)," ujarnya. MTBE adalah zat tambahan untuk meningkatkan angka oktan bensin.
Selain itu, kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban juga sudah berdiri di Tanah Air. Kilang tersebut, menurut Faisal memiliki kemampuan untuk menghasilan RON 92.
Penghentian impor RON 88 ini, kata Faisal, dalam jangka panjang akan membawa dampak positif bagi negara. Perhitungannya, impor Pertamax perhitungannya lebih transparan dan terbarukan. Selama ini, penghitungan subsidi dengan RON 88 menggunakan angka yang lama, seperti ongkos pencampuran yang ditetapkan sebesar US$ 0,5.
Dengan penghentian impor RON 88, penghitungan untuk RON 92 lebih mudah. Tim Reformasi mengusulkan agar harga patokan BBM bersubsidi cukup menggunakan formula Mean of Platts Singapore (MOPS) plus alpha. Alpha itu ialah ongkos distribusi dan marjin.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Ical, Lumpur Lapindo, dan Pemberi Harapan Palsu
3 Dalih Pemerintah Jokowi Talangi Utang Lapindo
Alasan TNI AL Tak Penuhi Permintaan Menteri Susi
Ahmad Dhani Kembali Omeli Garuda