TEMPO.CO , Yogyakarta:Bagaimana jika ilustrator sampul buku kebelet memamerkan karya seni rupa? Lewat karya Nggugah Macan Turu, Ong Hari Wahyu membangun narasi tentang 350 tahun bangsa Eropa berkuasa di Nusantara, tapi perlawanan kaum pribumi tak pernah surut. Menang? Tidak juga. Tapi, setidaknya, bangsa Indonesia telah memperlihatkan sikapnya: menolak takluk.
Di bawah kaki empat serdadu Kompeni, seekor macan merebahkan tubuh. Tapi kepala raja hutan itu tetap tegak, menatap tajam ke depan. Garang dan tanpa takut.
Dibuat dengan gaya lawasan, karya yang dicetak di atas kayu dengan ornamen ukiran kuda di bagian atas ini dilengkapi dengan kutipan dari buku Naar de Republiek Indonesia karya Tan Malaka. “Seandainya kita tidak mendapat kemenangan lengkap, kita sedapat mungkin dapat menghindarkan kekalahan.”
Ong Hari Wahyu dikenal sebagai ilustrator sampul buku, menggelar pameran tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta, 16-24 Desember. Memilih judul Joyo Semoyo Melunasi Janji, karya yang ditampilkannya mirip dengan gambar yang pernah ia buat untuk ilustrasi sampul buku. “Dasarnya dari sampul buku yang pernah diterbitkan, diinterpretasikan ulang, dan saya bikin kayak begini,” katanya dalam acara pembukaan pameran, Selasa malam lalu.
Tak sekadar menampilkan gambar sampul, Ong sekaligus mengangkat semangat nasionalisme yang terkandung dalam buku. Dalam seri gambar Kolonialisme Itu Tidaklah Mati, ia menampilkan empat tokoh pergerakan kemerdekaan: RA Kartini, Tirto Adhi Soerjo, Semaun, dan Mas Marco Kartodikromo. Lewat keempat gambar itu, Ong seolah ingin mengingatkan bahwa penjajah berganti rupa.
Kutipan dari novel karya Pramoedya Ananta Toer bertebaran melengkapi karya Ong dalam pameran. Gambar dan kutipan itu ia kemas secara kreatif. Contohnya saja, empat karya berbahan papan dan membentuk kotak mirip buku. Di bagian dalamnya ditempatkan layar digital yang menampilkan bunyi-bunyian, gambar, dan kutipan dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya.
Menikmati karya itu, pengunjung seolah diajak kembali ke situasi Indonesia pada awal abad ke-19. Situasi itu merupakan latar belakang waktu novel Bumi Manusia. Zaman ketika Minke alias Tirto Adhi Soerjo menyebarkan semangat perlawanan kepada penjajah melalui media massa.
Ong juga memamerkan karya patung berjudul Turu Ngemper, berupa sosok filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche, tidur melungker di atas risban (sejenis ambin). Ong pernah menggarap ilustrasi sampul untuk buku Nietzsche. Suatu hari, ia membaca kembali buku itu dan tersentak memahami isinya. Pokok pikiran Nietzsche tentang Ubermensch tak lebih dari ajaran orang Jawa dalam mencari ketenangan dan ketenteraman.
Turu Ngemper tak hanya menampilkan patung Nietzsche tidur lelap, tapi juga menghiasi risban dengan ukiran tulisan tembang Jawa. “Sudahlah kamu tidur saja,” kata Ong untuk patung Nietzsche-nya. Dan, biarlah tembang Jawa kian membuatnya tidur nyenyak.
ANANG ZAKARIA
Berita lain:
Raisa Duet dengan Tulus di Konser Satu Indonesia
Konser Krisdayanti di Kuala Lumpur Sukses
Di Surabaya, Krakatau Ingat 'Duel' dengan Karimata