TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Express Transindo Utama Shafruhan Sinungan mengakui bahwa sopir taksi tak punya aba-aba khusus bila sedang menghadapi kondisi darurat bahaya di dalam taksi. "Standar keamanan saat dirampok ialah sopir wajib lapor ke pool dan pos polisi terdekat, sehingga perusahan dan polisi bisa menindaklanjuti," katanya kepada Tempo pada Senin, 22 Desember 2014.
Shafruhan tak menampik bila bahaya yang mengancam sopir taksi sangat tinggi dan cenderung meningkat. Kasus terakhir terjadi pada Sabtu malam, 20 Desember 2014. Saat itu sopir taksi Express, Warso, hendak dirampok oleh penumpangnya, Freddy Sundawa, yang berbekal senjata tajam. (Baca: Taksi Express Buat Kotak Pelindung Sopir)
Sebelum insiden itu, sopir Bintang Taksi, Hendra, 38 tahun, tewas dengan luka tusuk dan cekikan di Cilincing, Jakarta Utara, pada Sabtu malam, 30 Agustus 2014. Kejadian nahas juga menimpa Muhtadin, sopir taksi Express yang tewas ditusuk penumpang yang hendak merampok uangnya di Jalan Layang Klender, Jakarta Timur, pada Selasa sore, 22 April 2014.
Menurut Shafruhan, satu alat yang bisa diandalkan oleh sopir hanya mesin GPS. Mesin itu, ujar dia, bisa melacak jejak taksi bila armada dibawa kabur oleh perampok. Dari sinyal itu, perusahaan akan mengirimkan bantuan. Namun, ujar dia, itu tetap belum bisa memberi aba-aba atau sinyal khusus saat bahaya mengancam pengemudi.
Meski begitu, perusahaannya berinisiatif memodifikasi beberapa fitur yang melekat di tiap armada untuk melindungi sopir. Salah satunya ialah memasang kotak pelindung berbahan acrylic transparan dan berkerangka besi. Kotak ini dipasang di sekitar bangku pengemudi tanpa mengurangi kesempatan berinteraksi dengan penumpang. "Kotak ini sudah dipasang di sekitar 7.000 armada dan berharap Desember bisa rampung," ujarnya.
RAYMUNDUS RIKANG
Terpopuler
Gara-gara Tiang Listrik, Wagub Djarot Ngomel
Blusukan ke Kampung Pulo, Djarot Tercengang
Pas-pasan, Honor Petugas Kebersihan Bekasi Naik
Pemerintah Bekasi Akan Bongkar Gudang untuk SMA 18