TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba tak melanggar hak asasi manusia.
Sebab, eksekusi dilakukan atas perintah pengadilan dan diatur oleh konstitusi. "Tak ada yang keliru dengan eksekusi mati terpidana narkoba," ujarnya di kantor BNN, Selasa, 23 Desember 2014. (Baca: Empat Jaringan Narkoba Dunia Cengkram Indonesia)
Menurut Anang, pelanggaran hak asasi terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan. Bila eksekusi dilaksanakan atas perintah kejaksaan setelah melewati persidangan yang obyektif, tak ada prosedur hukum yang dilanggar.
Dia tak menampik bila eksekusi hukuman mati menuai pro dan kontra. Negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara masih mengizinkan hukuman mati. Sedangkan Eropa dan Amerika Serikat tak mengenal hukuman mati. "Hukuman mati di Indonesia sama halnya dengan hukum gantung di Malaysia atau hukum pancung di Arab Saudi," tuturnya. (Baca: Kakek-Nenek Ini Dipasok Narkoba Bandar Kakap)
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menilai masyarakat keliru memahami sisi pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan hukuman mati terpidana narkoba. Sebab, kata dia, terpidana yang mayoritas bandar narkoba lebih banyak membuat pecandu tewas. "Logikanya jangan terbalik. Bandar membuat 40 orang tewas per hari," katanya.
Seruan masyarakat yang menolak eksekusi hukuman mati terhadap terpidana narkoba di Indonesia diungkapkan oleh Human Right Watch. Lembaga ini menuntut pemerintah menghapus jenis hukuman ini karena dinilai amat kejam. "Pemerintah Joko Widodo harus memahami bahwa eksekusi mati ialah hukuman yang sangat barbar dan tak mengurangi kejahatan," tutur peneliti dari Human Right Watch, Andreas Harsono.
RAYMUNDUS RIKANG
Terpopuler
Jokowi Janjikan Eva Bande Bebas di Hari Ibu
4 Rencana Menteri Susi yang Berantakan
Dapat Grasi dari Jokowi, Eva Bande: Ini Keajaiban
Mendapat Grasi dari Jokowi, Siapa Eva Bande?
Ini Calon KSAL Pilihan Menteri Susi