TEMPO.CO, Surabaya - Pengamat masalah kontra-terorisme, Harits Abu Ulya, meminta aparat intelijen Indonesia tidak paranoid menyikapi video ancaman anggota ISIS terhadap TNI, Polri, dan Barisan Serbaguna (Banser) Ansor Nahdlatul Ulama.
Menurut Harits, video itu tidak lebih dari narsisme pribadi Abu Jandal al Yamani al Indonesi atau alias Salim Penceng. “Statemen pribadi seorang Salim Penceng itu tidak perlu membuat pemerintah, terutama aparat keamanan, menjadikannya masalah serius yang seolah-olah mengancam kedaulatan negara,” katanya kepada Tempo, Sabtu, 27 Desember 2014.
Harits mengatakan pernyataan Salim di YouTube belum tentu representasi dari Islamic State (IS). Apa yang dikatakannya dalam tayangan di YouTube tidak lebih dari narsisme seorang Salim dengan sebuah impian untuk Indonesia.
Salim disebut Harits sebagai orang yang reaksioner dan secara keilmuan tidak layak dijadikan rujukan. Aparat intelijen Indonesia, seperti BIN, BAIS, dan Kepolisian, dinilai Harits gagal jika tidak bisa membaca peta kekuatan sesungguhnya, dan menakar secara akurat potensi ancaman yang ditebar lewat YouTube tersebut.
Namun, kata Harits, akan berbeda jika kemudian aparat intelijen Indonesia mengelolanya menjadi sebuah isu sedemikian rupa untuk melegitimasi sebuah proyek keamanan yang berlabel war on terrorism in Indonesia.
Harits menjelaskan bahwa pernyataan Salim Penceng berhadapan dengan realitas keindonesiaan yang kompleks. "Bukan hal sederhana, seperti membalik tangan, untuk membuktikan apa yang dia ucapkan," ujarnya.
Bagi Harits, Salim hanyalah seekor kucing yang tidak perlu dilihat sebagai harimau. Pemerintah tidak perlu merasa inferior sehingga membuat sikap yang tidak proporsional atas tindakan beberapa individu, seperti yang dilakukan oleh Salim.
Pada sisi lain, kata Harits, ada situasi psikologis politik keamanan di Indonesia untuk segera menetapkan IS-ISIS sebagai ancaman serius di luar Al-Qaeda. Pemerintah harus memidanakan pendukungnya.
Diakuinya, tindakan Salim Penceng seperti berkah yang bisa diolah menjadi stimulus kepentingan proyek kontra-terorisme di Indonesia. "Video Salim membuat isu IS-ISIS menemukan momentumnya kembali," katanya. Dengan demikian, pemerintah seolah mendapat legitimasi kuat untuk memanifestasikannya dalam bentuk regulasi dan penindakan.
Salim Penceng adalah pria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, dan merupakan keturunan Arab Yaman dengan fam at Tamimi. Sebelum ke Suriah, ia tinggal di rumah kontrakan di kawasan Ijen, Malang. Pria yang tidak tamat sekolah dasar itu mempunyai dua istri dan lebih dari lima anak. Dalam kesehariannya, Salim berjualan madu dengan membuat label sendiri.
Salim juga pernah ke Yaman dan bergabung bersama AQAP, sayap Al-Qaeda di Yaman. Dari Yaman, Salim beberapa kali masuk di perlintasan Turki-Suriah.
Ia sempat balik ke Indonesia dan kembali lagi ke Suriah pertengahan 2013 bersama sekitar delapan orang. Mereka kemudian bergabung dengan Islamic State (IS-ISIS). Setelah itu, Salim sempat kembali lagi ke Indonesia dan berangkat bulan Maret sebelum Ramadan 2014 bersama seorang anaknya dengan rombongan yang berjumlah 20 orang.
Saat ini, Salim berada di Raqa, Suriah. Selama ini Salim berafiliasi pada Salafy, grup Aman Abdurrahman.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Terpopuler
ISIS Pengancam TNI Rupanya 'Artis YouTube'
Dapat Salam Natal di Pesawat, Pria Ini Ngamuk
ISIS Ancam TNI, Kapuspen: No Comment
Jokowi: Sawah Masih Luas, Beras Kok Impor