TEMPO.CO, Bandung - Direktur Pemasaran PT Pertamina Persero Ahmad Bambang mengatakan Pertamina tengah mengembangkan bahan bakar gas untuk kebutuhan transportasi berbasis liquid natural gas (LNG). "Sayangnya sangat mahal di tabung, ini bagusnya untuk angkutan jarak jauh," kata dia di Bandung, Senin, 29 Desember 2014.
Menurut dia, pengembangan BBG berbasis LNG itu dipersiapkan untuk bus yang melayani rute jarak jauh seperti angkutan antar-kota antar-provinsi (AKAP). "Karena LNG masih mahal, masih prototipe. Digunakan dulu di truk Pertamina," kata dia.
Ada tiga jenis gas yang tengah dikembangkan Pertamina untuk kebutuhan transportasi, sebagai alternatif bahan bakar minyak. Umumnya di perkotaan di dunia, berbasis compressed natural gas (CNG) atau liquid gas for vehicle (LGW) sebetulnya itu elpiji.
Ahmad mengatakan dua jenis gas terakhir sudah diproduksi Pertamina. Konsumsinya saat ini baru 01, persen konsumsi BBM bersubsidi. BBG berbasis CNG misalnya, sudah diproduksi dengan merek Envogas. CNG ini tekanannya tinggi, ini menjadi salah satu penghambat suksesnya karena ketakutan orang karena tekanannya tinggi. Tekanannya 8 kali tekanan ban mobil, 200 barr," kata dia.
Menurut Ahmad, kendala kedua BBG berbasis CNG itu adalah distribusinya memanfaatkan jaringan pipa. Infrastruktur berupa stasiun pengisian bahan bakar gas harus dekat dengan pipa, kalau jauh dari pipa, transportasinya mahal.
Pertamina mengembangkan alternatif selanjutnya yakni BBG berbasis elpiji yang diberi nama merek Vi-Gas. Sejumlah keuntungan BBG berbasis elpiji itu, di antaranya konverternya murah, serta kapasitas pengisiannya lebih besar. "Kalau CNG itu 1 tangki yang sama isinya 15 liter setara Premium, kalau Vi-Gas itu bisa 40 liter setara Premium, bahkan bisa sampai 60 liter setara Premium," kata dia.
Presiden Joko Widodo menjanjikan program konversi BBM menuju gas menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Saat ini misalnya, Pertamina dan pemerintah tengah mendiskusikan pemberian insentif bagi kendaraan berbahan bakar gas karena ramah lingkungan.
"Kami sedang intensif mendiskusikan dengan pemerintah, bahwa di dunia ini kalau mau jalan energi ramah lingkungan ada namanya Environmental Tax," kata Ahmad.
Dua insentif yang tengah dibahas itu misalnya insentif pajak bagi pengguna kendaraan yang berbahan bakar gas, serta insentif bagi industri manufaktur yang memproduksi kendaraan berbahan bakar gas.
Mobil yang menggunakan seri Flexible Fuel Vehicle (FFV), menurut Ahmad, pajaknya murah karena ramah lingkungan. Bisa menggunakan BBM bio yang bukan gas, juga bisa pakai gas. "Ini yang sudah kita minta ke Menteri Perindustrian supaya industri manufaktur Indonesia memproduksi mobil baru yang sudah dilengkapi converter kit," ujarnya.
Pertamina saat ini sudah menyiapkan sejumlah SPBU yang melayani penjualan Vi-Gas. Saat ini baru 12 SPBU yang menjual Vi-Gas di Jakarta, serta 3 lokasi di Bali. Menyusul ada 8 SPBU lagi di Jakarta yang akan melayani penjualan Vi-Gas.
Pertamina juga sudah mengoperasikan SPBU Vi-Gas di Bandung dengan kapasitas tangki penyimpanan 11.800 liter setara Premium, yang sanggup memasok 5.500 kendaraan per hari.
Januari 2015 nanti, satu SPBU yang melayani Vi-Gas akan beroperasi di Semarang dan Jogjakarta. Pertumbuhan konsumsi Vi-Gas saat ini 40 persen per tahun, tahun 2013 produksinya mencapai 913 kiloliter.
AHMAD FIKRI