TEMPO.CO, Jakarta - Perjanjian eksplorasi dan eksploitasi tambang PT Freeport Indonesia yang semula berbentuk kontrak karya akan berganti menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sukhyar menyatakan masih membahas beberapa poin.
"Kami bahas soal keuangan, juga antisipasi perubahan dari kontrak ke izin," kata dia di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Desember 2014. (Baca: Amandemen Kontrak Freeport, BKPM Beri Masukan Ini)
Baca Juga:
Salah satu poin yang masih dibahas adalah perubahan angka pajak penghasilan (PPh) yang sebelumnya 35 persen. Dalam peraturan baru dari Kementerian Keuangan, tercantum hanya 25 persen. "Ada perubahan, harusnya jangan sampai turun," ujar Sukhyar.
Menurut Sukhyar, harus ada regulasi perubahan yang dipegang masing-masing pihak. Selain itu, permintaan untuk insentif pun harus dikaji ulang. Tak semua permintaan harus dituruti. Sukhyar memisalkan permintaan untuk underground mining, dan pembangunan smelter. Menurut dia, yang pertama tak segenting yang kedua. "Karena itu kegiatan biasa saja," kata dia. (Baca: Tak Bangun Smelter, Ekspor Freeport Bakal Ditunda)
Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Soetjipto pun mengungkapkan hal serupa. Ia tak terlalu optimistis tentang perpanjangan kontrak hingga 2041. "Sinyal dari pemerintah masih kuning kehijau-hijauan lah," kata dia.
Padahal, kata Rozik, perpanjangan kontrak ini menjadi kunci utama pembangunan smelter baru Freeport di Gresik dan Papua. Sebab, apabila hanya sampai 2021, maka waktunya kurang untuk balik modal. Smelter yang diperkirakan selesai pada 2018, hanya bisa diberdayakan 3 tahun bila kontrak habis tanpa perpanjangan. (Baca: Freeport Janjikan Dividen Rp 800 Miliar)
URSULA FLORENE SONIA
Terpopuler:
Air Asia Hilang, Ahok: Laut Belitung Banyak Jin
Puing Diduga Air Asia Ditemukan Nelayan Bangka
Misteri Tiga Menit Sebelum Hilangnya Air Asia
Air Asia Raib, Akun Indigo Ini Bikin Heboh