TEMPO.CO, Jakarta - Proses islah di antara dua kepengurusan Partai Golkar terancam gagal. Kepengurusan Partai Golkar versi Munas Bali mendorong penyelesaian lewat jalur pengadilan. Sikap mereka berseberangan dengan keinginan kubu Munas Ancol.
"Lebih baik penyelesaian kekisruhan tersebut melalui pengadilan agar ada kepastian hukum bagi masa depan Partai Golkar," ujar Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo melalui pesan pendek, Selasa, 6 Januari 2015. (Baca: Konflik Golkar Mungkin Diselesaikan di Pengadilan)
Menurut Bambang, pengadilan adalah forum yang tepat untuk membuktikan kubu mana yang menyelenggarakan munas sesuai ketentuan Undang-Undang Partai Politik dan aturan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
"Jalur itu layak ditempuh mengingat kepengurusan versi Munas Ancol yang saat ini dipimpin Agung Laksono mengajukan permintaan yang tidak mungkin dipenuhi Dewan Pimpinan Pusat Golkar versi Munas Bali," kata Bambang. (Baca: Kubu Agung: Ke Luar KMP, Tak Mesti Gabung Jokowi)
Bambang mengakui penyelesaian sengketa lewat jalur pengadilan akan memakan waktu yang cukup lama. Namun mekanisme itu tak akan mengganggu roda organisasi partai menjelang persiapan pemilu kepala daerah.
"Soal pilkada tidak akan ada pengaruhnya. Di KPU atau KPUD, tanda tangan yang masih diakui adalah ketua umum dan sekretaris jenderal hasil Munas Golkar VIII di Riau 2009, yaitu Aburizal Bakrie dan Idrus Marham," ujarnya. (Baca: Islah Golkar, Akbar: Wajib Islah Demi Agenda 2019)
RIKY FERDIANTO
Berita terpopuler:
Ini Alasan Johan Mundur sebagai Juru Bicara KPK
Jokowi Diingatkan Tolak Budi Gunawan untuk Kapolri
Pemandu di Bus Wisata Curhat 'Kejamnya' Ahok