TEMPO.CO, Paris - Hampir 10 ribu orang berkumpul di Place de la Republique, Paris, Prancis, pada Rabu malam, 7 Januari 2015. Mereka bernyanyi, bergandeng tangan, membawa berbagai macam tulisan, dan ribuan lilin. Mereka juga mengangkat pena tinggi-tinggi ke udara.
Seperti diberitakan Sydney Morning Herald, Kamis, 8 Januari 2015, aksi angkat pena ini sebagai simbolisasi kedukaan mereka terhadap para jurnalis majalah mingguan Charlie Hebdo yang tewas karena ditembak kelompok ekstremis Islam. (Baca: Sindir ISIS, 11 Pekerja Majalah Tewas Ditembak)
Seraya mengangkat pena, mereka menyerukan, "Liberte d'expression" (kebebasan berekspresi), "N'est pas peur" (kami tidak takut), dan "Vive Charlie" (hidup Charlie). Mereka prihatin atas prinsip kebebasan yang seharusnya dijunjung tinggi di negaranya, tapi ternoda dengan insiden tersebut. (Baca: Soal Charlie Hebdo, Ini Kata Penulis Ayat Setan)
Para pengunjuk rasa juga menyanyikan lagu kebangsaan Prancis, The Marseillaise, serta mengangkat tulisan "Je Suis Charlie" (Saya Charlie) dan menyalakan lilin sebagai tanda dukacita. Mereka juga menyalakan rokok dan mengangkatnya ke udara sebagai simbol yang selalu masyarakat Prancis lakukan saat mengkritisi suatu hal di negaranya. (Baca: 4 Kartunis Nyentrik Korban Serangan Charlie Hebdo)
Dengan memasang muka tenang, pengunjuk rasa berulang kali menyenandungkan nada "Charlie n'est pas mort" (Charlie tidak mati) yang dibuat sendiri oleh mereka. Aksi damai ini berlangsung selama beberapa jam. (Baca: Muslim Ini Tewas Akibat Serangan ke Charlie Hebdo)
Seusai beraksi, massa bubar dengan tertib kemudian beralih ke kafe-kafe dan restoran di pinggir jalan Kota Paris untuk melepas lelah. Mereka berharap insiden ini tak terulang lagi dan kebebasan pers tetap dapat dijunjung tinggi. (Baca: Kartunkan Muhammad, Charlie Hebdo Dikritik Obama)
SYDNEY MORNING HERALD | YOLANDA RYAN ARMINDYA
Topik terhangat:
AirAsia | Banjir | Natal dan Tahun Baru | ISIS | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Ekor Air Asia Ditemukan di Dasar Laut
Kutipan Utuh Fatwa Boleh Interupsi Khotbah Ngawur
Menteri Jonan: Kenapa Saya Harus Tunduk Singapura?