TEMPO.CO, Jakarta - Pasific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter dan lima kepala dinas Pariwisata dari daerah yang akan dilalui Gerhana Matahari Total (GMT) membicarakan kesiapan mengembangkan destinasi wisata.
Hal ini diungkapkan CEO PATA Indonesia Chapter, Poernomo Siswoprasetijo dalam temu media dengan beberapa kepala dinas pariwisata, di President Lounge, Menara Batavia, pada 15 Januari 2015.
Menurut Poernomo, PATA Indonesia Chapter sebagai bagian dari badan promosi pariwisata dunia beranggota 1.100 industri pariwisata dari 42 negara, melihat GMT sebagai salah satu fenomena yang dapat membantu meningkatkan potensi wisata daerah, dimana GMT bisa disaksikan.
Gerhana Matahari Total sendiri akan dapat disaksikan pada 9 Maret 2016. "Setelah bertemu dengan lima kepala dinas pariwisata kami bersiap akan mengembangkan potensi wisata daerah," kata Poernomo.
Beberapa kali pertemuan akan digelar mulai 28 Januari 2015 untuk membahas kesiapan ini. Terutama membuat paket wisata yang mengunggulkan budaya, wisata dan kuliner masing-masing daerah.
Daerah yang akan dilalui gerhana matahari total adalah, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Palu, Palangkaraya, Balikpapan dan Ternate.
Poernomo mengatakan, kendati bisa disaksikan dari sejumlah kota lain seperti, Palembang, Palangkaraya, Sulawesi Tenggara dan Ternate, GMT di Mombasa, Palu dapat disaksikan jauh lebih lama dan lebih total.
Pada 24 April 2014, Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Prof, Thomas Djamaluddin mengumumkan kabar menarik, yakni GMT akan kembali terjadi pada 9 Maret 2016. Thomas mengumumkan ini saat bertemu dengan Himpunan Astronomi Indonesia (HAI).
Menurut Thomas, kejadian GMT tidak hanya menarik minat masyarakat umum juga masyarakat ilmiah dari dalam dan luar negeri. Karena peristiwa langka ini belum akan dapat disaksikan kembali dalam 40 tahun ke depan.(Baca : GMT 9 Maret 2016, Wisata Indonesia Siap Promosi)
"Pada GMT 1983, pemerintah saat itu mempromosikan fenonema ini jauh-jauh hari dan sukses mendatangkan banyak wisatawan, maka kami juga ingin memanfaatkan momentum serupa," kata Poernomo.
Menurutnya, waktu dua tahun cukup untuk pihak terkait mempersiapkan diri sebaik mungkin. "GMT juga mampu mendongkrak pamor wisata maritim Indonesia," katanya.
Kapal-kapal yang ada dapat dimanfaatkan untuk mengangkut wisatawan mengunjungi daerah-daerah yang dilintasi GMT atau kapal itu dapat jadi hotel terapung untuk mengatasi daya tampung hotel di daerah tujuan.
Indonesia sempat dilintasi GMT pada 11 Juni 1983 dan fenomena sama terjadi pada 24 Oktober 1995 dalam waktu 2 menit. "Saat itu GMT hanya melintasi pulau kecil di ujung utara Indonesia, Pulau Sangihe di Sulawesi Utara," katanya.
GMT 1995 merupakan GMT terakhir yang melintasi Indonesia pada abad 20.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Warga Desa di Banyuwangi Kursus 3 Bahasa Asing
Menikmati Pizza Sate Sapi di Melati Biru
Banyuwangi yang Terus Bersolek
Musim Truffle di Three Buns