TEMPO.CO, Jakarta -Andriani Primardiana divonis menderita kanker paru stadium metastatis pada 2007 lalu. Pada stadium ini, sel-sel kanker telah menjalar ke jaringan atau organ tubuh di sekitar paru-parunya itu. Lebih dari tujuh tahun lalu, Andriani sudah harus memaklumi bahwa harapan untuk mengobatinya telah pupus.
“Sudah enggak bisa diapa-apakan. Saya juga alergi kemoterapi. Jadi, suami saya tidak memperbolehkan saya menjalaninya,” kata perempuan yang kini berusia 48 tahun itu ketika ditemui Tempo dua pekan lalu.
Suami Andriani, Profesor Djoko Purwanto, saat itu berada di Jepang untuk penelitian tentang teh hijau untuk mencegah dan mengobati kanker. Ahli dari Universitas Airlangga Surabaya yang dijuluki “Profesor Teh” ini menjadikan istrinya sebagai obyek penelitian pribadi.
Sebagai pengobatan, Djoko mewajibkan istrinya meminum seduhan teh hijau tiga kali dalam sehari. Dosisnya adalah satu sendok teh hijau diseduh ke dalam 200 cc air putih. Tak hanya itu, Andriani diminta mengkonsumsi kapsul berisi ekstrak teh hijau hasil penelitiannya.
Ekstrak dalam dosis tinggi itu sengaja diberikan dengan pertimbangan sel-sel kanker dalam tubuh Andriani telah menjalar. “Saya diberi dosis kelipatan dari tikus uji coba penelitian suami saya,” kata Andriani.
Mengkonsumsi teh hijau dengan dosis tinggi secara teratur ternyata membuahkan hasil. Perlahan-lahan, sel kanker Andriani mengempis. Kini Andriani bahkan dinyatakan telah terbebas dari sel-sel kanker jahat di tubuhnya. Saat pemeriksaan rutin pada Oktober lalu, dalam tes carcinoembryonic antigen, sel-selnya dinyatakan telah normal.
“Teh itu memiliki komponen aktif bernama Epigallocatechin gallate (EGCG) yang bersifat antioksidan, bisa menyembuhkan kanker,” Djoko menerangkan, Rabu pekan lalu. EGCG terbukti secara ilmiah memiliki kemampuan aktif memerangi penyakit. Pada teh hijau, sifat antioksidan bahkan 100 kali lebih tinggi dibanding vitamin C, atau 25 kali lipat daripada vitamin E.
Khasiat yang terbukti pada tubuh istrinya sendiri membuat Djoko dan rekan-rekannya di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga berupaya membuat ekstrak teh hijau dalam bentuk obat tradisional. Bedanya dengan teh hijau di pasar, teh itu memiliki kandungan EGCG yang lebih diperkaya lagi. “Nanti produk khusus teh hijau ini berupa serbuk untuk diminum dan dilarutkan seperti teh,” ujar dia.
ARTIKA RACHMI FARMITA | NUR ROCHMI | DAILY MAIL
Megawati Pertanyakan Status Tersangka Budi Gunawan
Kantor Pemberi Duit Anak Budi Gunawan Misterius
Gara-gara Jenderal Berduit, 2 Kali KPK Digeruduk Polisi