TEMPO.CO, Jakarta - Apa rasanya berolahraga sambil disetrum aliran listrik? M. Kris Wahyudi adalah salah satu warga Ibu Kota yang menggemari latihan ini. Ketika ditemui Tempo dua pekan lalu, ia sedang berlatih dengan bantuan mesin electrical muscle stimulation (EMS). Tubuh Kris dibalut rompi dengan banyak kabel yang terhubung ke mesin EMS.
Kabel-kabel itu mengalirkan listrik ke bagian-bagian tubuh Kris, seperti lengan, perut, paha, pantat, dada, punggung atas, dan pinggang. Kris mengaku menyukai merasakan tubuhnya dialiri listrik sambil berlatih kebugaran. Tapi tetap saja ia mengaduh ketika latihan berlangsung baru lima menit. "Arrrgh!" ujarnya di pusat kebugaran 20 Fit.
Dokter spesialis rehabilitasi medis Damayanti Tinduh mengatakan mesin EMS sebenarnya adalah alat medis yang dikenal sebagai neuromuscular electrical stimulation (NMES). "Sudah lama untuk rehabilitasi medis," ujar pengajar di Universitas Airlangga, Surabaya, ini lewat surat elektronik. Di dunia kedokteran, alat ini dipakai untuk menimbulkan kontraksi otot lewat impuls elektrik (electromyostimulation). Belakangan, alat ini dipakai untuk latihan kebugaran dan kecantikan sebagai penghilang selulit.
Terapi EMS lumrah dipakai untuk merelaksasi otot yang kaku, mencegah atau menghalangi atrofi nirguna (penyusutan jaringan otot), meningkatkan sirkulasi darah lokal, melatih kembali otot yang tidak berfungsi normal, dan mempertahankan atau meningkatkan luas gerak sendi. Biasanya, dalam dunia kedokteran, alat ini dipakai untuk pasien stroke, pasien yang telah menjalani operasi otak, atau pasien yang mengalami gangguan atau cedera otot.
Sewaktu tubuh Kris ditempeli elektroda, setiap empat detik sekali ia melakukan satu gerakan. Lalu istirahat empat detik dan mulai lagi hingga habis 20 menit untuk satu kali sesi. Saban empat detik, tubuhnya akan dialiri listrik sekitar 99 hertz. "Kalau lebih dari 20 menit, bisa overtraining," ujar Rekso Hadinoto, master trainer di 20 Fit. "Otot akan kelelahan, bisa-bisa bergetar sendiri hingga mengalami tremor."
Batasan juga diberikan untuk jumlah sesi latihan, cukup dua-tiga kali sepekan. Bagi pemula, Nyoto—sapaan Rekso Hadinoto—mengatakan perlu rehat 3 x 24 jam setelah latihan pertama. Yang sudah mahir bisa mengambil jeda 2 x 24 jam dari sesi satu ke yang lain. Dokter Michael menuturkan memang otot perlu masa istirahat. Semakin berat latihan, semakin lelah otot, sehingga rentan mengalami cedera dan menjadi tidak seimbang.
Ada lima tipe latihan yang dibuat sesuai dengan tujuan klien, yakni latihan untuk kekuatan (strength), inti (core), fleksibilitas (flexibility), keseimbangan (balance), dan kardio (cardio). Nyoto mengatakan EMS bisa dipakai untuk menurunkan dan menaikkan berat badan, membentuk otot, serta memulihkan cedera.
KC | DIANING SARI