TEMPO.CO, Semarang - Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah Ahmad Rafiq menyatakan setuju atas keputusan Presiden RI Joko Widodo terkait dengan eksekusi mati terhadap enam terpidana mati dalam kasus narkoba pada Ahad dinihari.
“Sebab, kejahatan narkoba itu korbannya tidak hanya 1-2, tapi bisa banyak orang,” kata Rafiq, Senin, 19 Januari 2015. Bahkan untuk melakukan rehabilitasi korban saja biayanya juga mahal. (Baca juga: Presiden Jokowi Dimusuhi Tiga Negara.)
MUI Jawa Tengah menilai hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan-kejahatan yang efeknya besar, seperti narkoba. “Ini pembelajaran penting agar siapa pun tidak main-main dengan narkoba,” kata Rafiq. (Baca juga: Kutuk Eksekusi, Belanda Tarik Dubes dari Jakarta.)
Pada Ahad dinihari kemarin, pemerintah Indonesia telah mengeksekusi mati enam terpidana kasus narkoba. Kelima terpidana yang ditembak mati di Nusakambangan adalah Marco Archer Cardoso (Brasil), Ang Kiem Soei alias Tommy Wijaya (Belanda), Rani Andriani alias Melisa Aprilia (Cianjur, Jawa Barat), Namaona Denis (Malawi), dan Daniel Enemuo (Nigeria).
Satu lagi terpidana mati, Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah, sesuai dengan wilayah pengadilan negeri yang menjatuhinya hukuman mati.
Keputusan Joko Widodo ini menuai polemik. Para aktivis hak asasi manusia menolak hukuman mati dengan alasan memberangus hak hidup seseorang.
ROFIUDDIN
Berita lain:
Jaksa Agung: Eksekusi Mati Tak Sesuai Rencana
Tertimpa Pramugari, Perawat Tuntut Air Asia
Yusril Kritik Cara Jokowi Berhentikan Sutarman