TEMPO.CO, Jakarta - Mantan pilot Garuda Indonesia, Capt Shadrach M. Nababan, menyebutkan kemungkinan penyebab pesawat Air Asia QZ8501 “meroket” dari ketinggian 32 ribu ke 37 ribu kaki dalam tempo singkat. Menurut dia, tanjakan ekstrem itu bisa terjadi karena dua hal. (Baca: Jonan: Laju Naik Air Asia Melebihi Pesawat Tempur)
1. Faktor dari luar pesawat seperti cuaca
"Kalau misalnya dia didorong oleh kekuatan angin yang sangat besar (seperti kumulonimbus), bisa terjadi tanjakan ekstrem. Ini yang perlu dibuktikan," kata Shadrach seusai berbicara dalam diskusi “Mengapa Air Asia Jatuh?” di Wisma Intra Asia, Jakarta, Kamis, 22 Januari 2015.
Menurut Shadrach, awan kumulonimbus bisa mengempaskan atau membuat pesawat sipil menanjak tajam. Tak menutup kemungkinan, kata dia, menanjaknya QZ8501 disebabkan empasan kumulonimbus. "Dan kita enggak tahu seberapa matang kumulonimbus saat itu. Puncaknya itu pas lagi matang-matangnya," kata Shadrach.
2. Faktor dari dalam pesawat seperti kerusakan flight control system
Kerusakan pada flight control system, Shadrach menambahkan, juga memungkinkan pesawat menanjak secara ekstrem. Menurut Shadrach, berdasarkan data logbook pesawat Indonesia Air Asia QZ8501 yang menggunakan Airbus A320-200 itu, pesawat tersebut sempat sembilan kali mengalami masalah pada auto rudder trim limiter flight control sepanjang 2014.
Tiga hari sebelum jatuhnya QZ8501 atau pada 25 Desember 2014, kata Shadrach, pesawat itu juga mengalami return to apron sebanyak dua kali.
Shadrach menjelaskan pesawat sipil tak boleh menanjak secara ekstrem ketika sudah berada di udara. Power pesawat sipil, kata Shadrach, tak sebesar kekuatan pesawat tempur. "Menanjak ke atas enggak mungkin. Dia enggak punya power yang cukup seperti pesawat militer. Rate of climb 11 ribu feet per menit itu enggak mungkin," kata Shadrach.
Detik-detik terakhir QZ8501 diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam rapat kerja dengan Komisi Perhubungan DPR, Selasa, 20 Januari 2015. Ia mengatakan QZ8501 sempat menanjak tinggi lalu jatuh menukik sebelum hilang dari radar Air Traffic Controller Bandara Soekarno-Hatta. Dari pukul 06.17 sampai 06.17.54 WIB, pesawat menanjak dari ketinggian 32 ribu ke 37 ribu kaki. Kecepatan tanjakan mencapai rate of climb 11 ribu kaki per menit.
Pukul 06.17.54, pesawat itu tiba-tiba turun mendadak dari ketinggian 37 ribu ke 36 ribu kaki dalam enam detik. Lalu turun lagi menuju 29 ribu kaki dalam waktu 31 detik. Pada pukul 06.18.44, pesawat sudah hilang dari radar ATC. (Baca: Evakuasi Badan Air Asia, Cuaca Baik)
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler:
Deddy Mizwar Dinilai Tak Bisa Didik Anak
Dua Sebab AirAsia Meroket Tiba-tiba Sebelum Jatuh
Beginilah Cara Mereka Mengeroyok KPK
WhatsApp di Komputer, Begini Cara Install-nya
Bocoran VCR: Alarm AirAsia Menjerit Sebelum Jatuh