TEMPO.CO, Jakarta - Mantan pilot Garuda Indonesia, Capt Shadrach M. Nababan, menyebutkan, berdasarkan data logbook, pesawat Air Asia QZ8501 jenis Airbus A320-200 sempat sembilan kali mengalami masalah pada auto rudder trim limiter flight control selama 2014.
Bahkan, kata Shadrach, tiga hari sebelum jatuh atau pada 25 Desember 2014, pesawat QZ8501 mengalami return to apron sebanyak dua kali.
Detik-detik terakhir QZ8501 diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam rapat kerja dengan Komisi Perhubungan DPR, Selasa, 20 Januari 2015. Ia mengatakan QZ8501 sempat menanjak tinggi lalu jatuh menukik sebelum hilang dari radar Air Traffic Controller (ATC) Bandar Soekarno-Hatta. Mulai pukul 06.17 sampai 06.17.54 WIB, pesawat menanjak dari ketinggian 32 ribu ke 37 ribu kaki. Kecepatan tanjakan mencapai rate of climb 11 ribu kaki per menit. (Baca: Jonan: Laju Naik Air Asia Melebihi Pesawat Tempur)
Pukul 06.17.54, pesawat itu tiba-tiba turun mendadak dari ketinggian 37 ribu ke 36 ribu kaki dalam enam detik. Lalu turun lagi menuju 29 ribu kaki dalam waktu 31 detik. Pada pukul 06.18.44, pesawat sudah hilang dari radar ATC.
Shadrach menjelaskan pesawat sipil tak boleh menanjak secara ekstrem ketika sudah berada di udara. Power pesawat sipil, kata Shadrach, tak sebesar kekuatan pesawat tempur.
"Menanjak ke atas enggak mungkin. Dia enggak punya power yang cukup seperti pesawat militer. Rate of climb 11 ribu feet per menit itu enggak mungkin," kata Shadrach.
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler:
Deddy Mizwar Dinilai Tak Bisa Didik Anak
Dua Sebab AirAsia Meroket Tiba-tiba Sebelum Jatuh
Beginilah Cara Mereka Mengeroyok KPK
WhatsApp di Komputer, Begini Cara Install-nya
Bocoran VCR: Alarm AirAsia Menjerit Sebelum Jatuh