TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan cukup sulit untuk memastikan kerusakan sistem pada pesawat AirAsia QZ 8501. Kerusakan itu dicurigai sebagai penyebab jatuhnya pesawat tersebut pada 28 Desember lalu yang menewaskan lebih dari 160 orang. (Jonan: Laju Naik Air Asia Melebihi Pesawat Tempur)
"Pesawat jenis Airbus ini canggih, banyak komputernya. Jadi sulit mencocokkannya," kata dia kepada Tempo, Ahad, 25 Januari 2015. (Kejutan Evakuasi Air Asia, 7 dari 8 Penanda Raib)
Salah satu sistem yang diduga rusak bernama auto-flight-rudder travel limiter. Sistem ini mengatur pergerakan sirip yang berada di ujung ekor pesawat, dan menjaga kestabilan selama penerbangan. Beberapa hari sebelum mengudara, tanggal 25-26 Desember, pilot Iriyanto sempat mengeluhkan adanya masalah pada sistem tersebut di unit pesawat yang ia kendalikan. Namun, setelah pemeriksaan oleh tim engineering maskapai AirAsia, sistem tersebut diperbaiki, dan pada uji coba tanggal 26-27 Desember, dipastikan sudah berfungsi dengan baik.
Gerry mengatakan ada kemungkinan kerusakan sistem ini mempengaruhi sistem komputer lain yang terpasang di Airbus. Pesawat jenis ini memang terkenal dengan kecanggihan dan kerumitan teknologi komputerisasinya. Semua pergerakan dapat diatur oleh komputer, termasuk juga sistem pengendalian. Kerusakan pada sistem auto-flight-rudder travel limiter dicurigai merusak sistem komputer lain, sehingga secara tiba-tiba mengubah sistem pengendalian.
“Kemungkinan berpindah ke sistem pengendalian alternate, jadi pesawatnya stall,” kata Gerry.
Selanjutnya: Tiga Cara Pengendalian Pesawat