Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ilmuwan: Bau Hujan Adalah Aroma 'Darah Dewa'  

image-gnews
Dua anggota TNI-AU berlindung di bawah payung saat hujan deras di Landasan Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 4 Januari 2015. REUTERS/Darren Whiteside
Dua anggota TNI-AU berlindung di bawah payung saat hujan deras di Landasan Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 4 Januari 2015. REUTERS/Darren Whiteside
Iklan

TEMPO.CO, Massachusetts – Ada dua hal yang disajikan saat hujan turun: aroma udara yang segar dan bau tanah basah. Dua momen itu yang mungkin paling ditunggu para penikmat hujan. Tapi, apa yang membuat aroma hujan menjadi begitu segar?

Sebelum menyentuh tanah, hujan hanyalah sekelompok air. Tapi tetesan hujan kemudian menyentuh tanah yang mengandung banyak senyawa lain. Itulah yang menyebabkan aroma hujan berasa manis dan segar.

Para ilmuwan dari Massachusetts Insititute of Technology berhasil mengungkap mekanisme terbentuknya fenomena aroma tersebut. “Aroma tersebut disebut Petrichor,” kata Cullen Buie, asisten profesor teknik mesin, seperti dikutip dari Livescience, Senin, 26 Januati 2015.

Nama tersebut diambil dari bahasa Yunani. “Petra” berarti “batu” dan “nanah” mengacu pada cairan yang mengalir seperti darah di pembuluh darah para dewa. Fenomena aroma hujan yang ditandai dengan hujan ringan ini pertama kali diidentifikasi oleh dua ilmuwan Austria pada 1964.

Dua ilmuwan tersebut, kata Buie, memang telah menemukan kenapa hujan beraroma segar dan kandungan kimia serta bakteri di dalamnya. Hanya, kedua ilmuwan tersebut tak membahas mekanisme bagaimana aroma tersebut merebak ke udara.

Melalui penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications edisi 14 Januari 2015, Buie dan kawan-kawan penelitiannya berusaha menerjemahkan mekanisme tersebut. “Saat tetesan hujan jatuh ke tanah, ada kantong air yang menangkap udara hujan,” tulisnya dalam jurnal tersebut.

Baca juga:
Pertama Kali, Manusia Akan Terbang ke Ceres 
Kecepatan Internet di Makassar Kini Capai 42 MBPS 
Ini Cara Selamatkan Hutan Kalimantan Versi Ilmuwan 
Perubahan Iklim Ubah Bahasa Manusia

Pertemuan antara tetes air dan kantong tersebut menghasilkan gelembung dalam tanah. Gelembung tersebut kemudian bergerak cepat ke atas permukaan tanah. Pergerakan gelembung ini, menurut Buie, cepat seperti gelembung sampanye.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah di permukaan, gelembung ini melepaskan partikel mikroskopis yang bernama aerosol ke udara. “Aerosol ini yang membawa aroma hujan.” Aerosol hanya menyebar selama beberapa mikrodetik.

Buie dan rekan penelitiannya, Youngsoo Joung, merekam  hujan yang jatuh di 38 jenis permukaan. Di antaranya 12 bahan rekayasa dan 16 sampel tanah. Joung mengambil beberapa sampel tersebut dari sekitar kampus MIT dan sepanjang Sungai Charles.

Keduanya mengamati proses tersebut menggunakan kamera berkecepatan tinggi. Menurut rekaman tersebut, kecepatan persebaran aerosol tergantung pada kecepatan jatuh dan sifat-sifat tanah.

Penelitian baru ini, menurut James Bird, pakar teknik mesin di Boston University, dapat membawa percakapan baru tentang pembentukan gelembung aerosol dari laut ke darat. “Penelitian ini juga menyediakan bagaimana mikroba dapat didorong melewati lapisan stagnan udara,” ujar Bird, yang tak tergabung dalam penelitian.

Hanya, kata Buie, para peneliti aerosol tersebut berpotensi menyebarkan virus dan bakteri yang berasal dari tanah. Pekerjaan rumah yang harus dikejar ialah bagaimana kedua senyawa tersebut dapat menyebar.

LIVESCIENCE | AMRI MAHBUB

Berita lainnya:

Studi: Kualitas Tidur Pengaruhi Akademik Anak
Penemu Gerakan Body Language Lakukan Ini
3 Makanan Sehat Ini Bantu Merawat Jantung
Obat Tulang, Tekan Risiko Kanker
5 Fakta Menarik tentang Wortel

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

19 hari lalu

Secara spesifikasi, Kia Ray dibekali baterai lithium-iron-phosphate (LFP) 35,2 kilowatt-jam. (Foto: Kia)
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.


Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (ugm.ac.id)
Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.


Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Menara Hoover menjulang di Stanford University di Stanford, California, AS pada 13 Januari 2017. REUTERS/Noah Berger
Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.


2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

Peneliti di Gedung Genomik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Selasa, 27 Juni 2023. (Tempo/Maria Fransisca)
2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.


Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.


Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Gambar dari Batagur trivittata, Burmese Roofed Turtle yang masuk daftar Critically Endangered menurut IUCN Red List. (Rick Hudson, source: https://www.iucnredlist.org/species/10952/152044061)
Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.


Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Tim Mahabidzul dari ITB merancang pendeteksian jenis malaria pada pasien secara cepat dan akurat. Dok.ITB
Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.


Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Gunung Krakatau. itb.ac.id
Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.


Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa program doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). ui.ac.id
Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.


Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.