TEMPO.CO, Massachusetts – Ada dua hal yang disajikan saat hujan turun: aroma udara yang segar dan bau tanah basah. Dua momen itu yang mungkin paling ditunggu para penikmat hujan. Tapi, apa yang membuat aroma hujan menjadi begitu segar?
Sebelum menyentuh tanah, hujan hanyalah sekelompok air. Tapi tetesan hujan kemudian menyentuh tanah yang mengandung banyak senyawa lain. Itulah yang menyebabkan aroma hujan berasa manis dan segar.
Para ilmuwan dari Massachusetts Insititute of Technology berhasil mengungkap mekanisme terbentuknya fenomena aroma tersebut. “Aroma tersebut disebut Petrichor,” kata Cullen Buie, asisten profesor teknik mesin, seperti dikutip dari Livescience, Senin, 26 Januati 2015.
Nama tersebut diambil dari bahasa Yunani. “Petra” berarti “batu” dan “nanah” mengacu pada cairan yang mengalir seperti darah di pembuluh darah para dewa. Fenomena aroma hujan yang ditandai dengan hujan ringan ini pertama kali diidentifikasi oleh dua ilmuwan Austria pada 1964.
Dua ilmuwan tersebut, kata Buie, memang telah menemukan kenapa hujan beraroma segar dan kandungan kimia serta bakteri di dalamnya. Hanya, kedua ilmuwan tersebut tak membahas mekanisme bagaimana aroma tersebut merebak ke udara.
Melalui penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications edisi 14 Januari 2015, Buie dan kawan-kawan penelitiannya berusaha menerjemahkan mekanisme tersebut. “Saat tetesan hujan jatuh ke tanah, ada kantong air yang menangkap udara hujan,” tulisnya dalam jurnal tersebut.
Baca juga:
Pertama Kali, Manusia Akan Terbang ke Ceres
Kecepatan Internet di Makassar Kini Capai 42 MBPS
Ini Cara Selamatkan Hutan Kalimantan Versi Ilmuwan
Perubahan Iklim Ubah Bahasa Manusia
Pertemuan antara tetes air dan kantong tersebut menghasilkan gelembung dalam tanah. Gelembung tersebut kemudian bergerak cepat ke atas permukaan tanah. Pergerakan gelembung ini, menurut Buie, cepat seperti gelembung sampanye.
Setelah di permukaan, gelembung ini melepaskan partikel mikroskopis yang bernama aerosol ke udara. “Aerosol ini yang membawa aroma hujan.” Aerosol hanya menyebar selama beberapa mikrodetik.
Buie dan rekan penelitiannya, Youngsoo Joung, merekam hujan yang jatuh di 38 jenis permukaan. Di antaranya 12 bahan rekayasa dan 16 sampel tanah. Joung mengambil beberapa sampel tersebut dari sekitar kampus MIT dan sepanjang Sungai Charles.
Keduanya mengamati proses tersebut menggunakan kamera berkecepatan tinggi. Menurut rekaman tersebut, kecepatan persebaran aerosol tergantung pada kecepatan jatuh dan sifat-sifat tanah.
Penelitian baru ini, menurut James Bird, pakar teknik mesin di Boston University, dapat membawa percakapan baru tentang pembentukan gelembung aerosol dari laut ke darat. “Penelitian ini juga menyediakan bagaimana mikroba dapat didorong melewati lapisan stagnan udara,” ujar Bird, yang tak tergabung dalam penelitian.
Hanya, kata Buie, para peneliti aerosol tersebut berpotensi menyebarkan virus dan bakteri yang berasal dari tanah. Pekerjaan rumah yang harus dikejar ialah bagaimana kedua senyawa tersebut dapat menyebar.
LIVESCIENCE | AMRI MAHBUB
Berita lainnya: