TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dipakai polisi untuk menjerat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto sangat tidak jelas. Apalagi polisi tak melengkapi pasal tersebut dengan ayat. "Bagi saya itu absurd. Sebab Pasal 55 KUHP itu kualifikasinya banyak dan harus jelas," kata Topo di KPK, Selasa, 27 Januari 2015.
Sebelumnya, polisi menjadikan Bambang tersangka atas kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010. Ketika itu Bambang menjadi pengacara dari salah satu calon. Polisi memakai Pasal 242 Juncto Pasal 55 KUHP untuk menjerat Bambang (baca: Bambang Tersangka, Ini Kronologi Pilkada Kobar).
Menurut Topo, kualifikasi Pasal 55 itu bisa berarti menyuruh menggerakkan atau turut serta, atau membujuk. "Misalnya, menyuruh itu tak bisa dipidana, kalau menggerakkan baru bisa," ujarnya.
Topo meminta Kepolisian tidak serampangan menetapkan komisioner sebagai tersangka. "Jangan dilanjutkan, polisi. Pimpinan KPK bisa habis, tolong jangan diproses sampai mereka selesai bertugas menjadi komisioner," ujar dia. Dalam UU KPK, setiap komisioner yang ditetapkan menjadi tersangka bakal diberhentikan sementara melalui Keputusan Presiden.
Setelah Bambang menjadi tersangka, tiga komisioner sisanya, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain, berturut-turut dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (baca: Setelah Bambang KPK, Giliran Adnan Pandu Diincar). Menurut Topo, pola itu adalah penghalang-halangan pemberantasan korupsi. "Ini dimulai ketika KPK menetapkan tersangka Budi Gunawan," katanya.
Budi Gunawan adalah calon Kepala Kepolisian. Oleh KPK, Budi dijerat pasal gratifikasi dan suap. KPK menyatakan bukti permulaan Budi melakukan korupsi sangat kuat, sehingga dijadikan tersangka. "Apa yang dilakukan polisi namanya 'obstraction of justice'" ujar Topo merujuk pada istilah upaya menghalangi proses penegakan hukum.
Topo datang ke KPK bersama para Dekan Fakultas Hukum lain, yaitu Zainul Daulay dari Universitas Andalas, Ahmad Sudiro (Universitas Tarumanegara), Farida Patitingi (Universitas Hasanuddin), Amzulian Rifai (Universitas Sriwijaya Palembang), dan Zaidun (Universitas Airlangga). Mereka ingin memberi dukungan kepada komisi antirasuah yang kini dirudung banyak masalah.
MUHAMAD RIZKI
Berita lain:
Diminta Jokowi Mundur, Budi Gunawan Menolak
Diminta Tegas Soal KPK, Jokowi Kutip Ronggowarsito
Anak Raja Abdullah Ini Ungkap Kekejaman Ayahnya