TEMPO.CO, Jakarta -
Politikus PDIP, Effendi Simbolon, mengaku berempati dengan posisi Presiden Joko Widodo yang sedang dilanda beragam masalah pada seratus hari masa pemerintahannya. "Saya pribadi kasihan. Saya terus terang merasa miris, saya takut," ujar Effendi Simbolon dalam diskusi publik di Universitas Paramadina bertajuk “Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK” di Jakarta, Senin.
Effendi menyatakan dirinya saat ini memiliki perasaan yang serupa dengan publik kebanyakan, yakni linglung untuk menarik segala akar persoalan yang telah terjadi. "Saya orangnya optimistis, tapi saat ini saya sama rasanya seperti Anda. Kita benar-benar menjadi orang linglung, dari mana menarik persoalan ini," katanya. (Baca: Politikus-PDIP-Jokowi-Bisa-Game-Over)
Tak hanya KPK yang rontok, Pemerintah Jokowi seolah membiarkan partai politik menguasai Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta mempengaruhi kepolisian. Berikut yang terjadi di pilar-pilar penegakan hukum setelah 100 hari pemerintan Jokowi:
1. KPK Dirontokkan
Serangan kilat dan sistematis dilancarkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto jadi tersangka dengan tuduhan menyuruh saksi memalsukan keterangan, petinggi KPK lainnya juga dilaporkan ke polisi. Ketua KPK Abraham Samad dan anggota pimpinan lain Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen juga dikriminal. (Baca: Giliran Zulkarnain KPK Dilaporkan ke Polisi)
KPK akan lumpuh bisa semua anggota pimpinannya menjadi tersangka dan harus berhenti sementara."Jadi nantinya menyusul pemberhentian satu demi satu pimpinan KPK," ujar Johan Budi SP, Deputi Pencegahan lembaga ini (Baca: Johan Budi KPK Bicara Soal Serangan dan Dendam)
2. Pengaruh Partai terhadap Kepolisian
Serangan terhadap KPK itu muncul setelah calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan ditetapkan tersangka oleh KPK. Budi didukung penuh oleh PDI Perjuangan. Bahkan setelah Budi menjadi terhadap, PDIP tetap mendukung pencalonan Budi untuk diproses di DPR. Politikus Senayan pun meloloskan Budi. (Baca: PDIP vs KPK: Siapa Jadi Pendendam)
Sebelum akhirnya Presiden Jokowi menunda pelantikan Budi, kalangan PDIP pun ngotot agar Budi tetap dilantik.( Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP Mega Bermain)
3. Jaksa Agung dari Orang Partai
Aktivis Indonesia Corruption Watch Donal Faris menganggap pemilihan H.M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang baru merupakan blunder kedua Presiden Joko Widodo. Alasannya, Prasetyo adalah figur Partai NasDem yang rawan diintervensi dan integritasnya patut dipertanyakan.
"Blunder pertama Jokowi ketika memilih orang partai untuk mengisi posisi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yasonna Laoly). Sekarang ia memilih orang partai lagi," kata Donal, 20 November 2014. Prasetyo Jaksa Agung Blunder Kedua Jokowi?
4. Menteri Hukum dari PDIP
Jokowi juga mengisi pos Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dari kalangan partai politik pendukungnya. Jabatan itu diberikan kepada Yasonna Laoly dari PDI Perjuangan. Sejak awal sepak terjang Yasonna pun menjadi sorotan.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Refly Harun, menilai langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang meneken surat pengesahan pengurus Partai Persatuan Pembangunan merupakan keputusan yang kurang bijak. "Ada indikasi keberpihakan dalam proses pengambilan keputusan tersebut," kata Refly, 2 November 2014. (Baca: Refly Kritik Menteri Hukum)
PRAM | ANT | DEWI| TIM TEMPO
Berita Lain:
KPK Rontok Giliran Yusuf PPATK Diteror DPR
Komnas HAM: Pemborgolan Bambang KPK Adalah Teror
Saksi Komjen Budi Gunawan Terancam Diseret Paksa