TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kebutuhan dolar korporasi membuat rupiah kembali melemah. Dalam transaksi pasar uang, Senin, 26 Januari 2015, rupiah terdepresiasi 48 poin (0,39 persen) ke level 12.507 per dolar Amerika Serikat. Rupiah melemah seiring dengan mata uang pasar berkembang yang mayoritas melemah terhadap dolar.
Ekonom dari PT Bank International Indonesia Tbk, Juniman, mengatakan permintaan dolar korporasi untuk kebutuhan pembayaran impor dan biaya operasional menjelang akhir bulan naik. "Siklus transaksi musiman ini membuat nilai tukar rupiah kembali tertekan," kata Juniman. (Baca juga: Akhir Januari, Dolar Bisa di Bawah Rp 12.500)
Penguatan rupiah yang cukup tajam sepanjang pekan lalu hingga menembus kisaran 12.450 per dolar AS menjadi alasan korporasi untuk mencari dolar sesegera mungkin selagi harga relatif murah. Sebab, pergerakan dolar dinilai sulit diprediksi dan volatilitasnya sangat tajam. “Ketika kurs dolar mulai naik, korporasi biasanya enggan memborong dolar dalam jumlah besar," katanya.
Pasar global masih diselimuti sentimen positif setelah bank sentral Eropa (ECB) meluncurkan program pelonggaran kuantitatif pada akhir pekan lalu. Stimulus senilai 60 miliar euro yang dikucurkan hingga September 2016 itu juga berhasil menangkal sentimen negatif dari pemilu Yunani. Partai pemenang pemilu Yunani kali ini memiliki kebijakan yang keras terhadap negosiasi utang di negara tersebut.
Juniman mengatakan, sepanjang pekan ini, rupiah masih akan bergerak pada kisaran 12.450-12.650 per dolar AS dengan kecenderungan melemah. Pelaku pasar mengantisipasi pertemuan FOMC Meeting bank sentral Amerika yang akan berlangsung pada Rabu, 28 Januari 2015. "Hasil pertemuan itu diperkirakan kembali mendorong kurs dolar," ujar Juniman.
M. AZHAR
Berita Terpopuler
EKSKLUSIF: Gaya Jokowi Minta Bambang KPK Dilepas
Ini Alasan Moeldoko Mengirim TNI Menjaga KPK
Kegiatan Christopher dan Ali Sebelum Tabrakan