TEMPO.CO, Jakarta - Didi Budiardjo menggelar pameran yang merefleksikan perjalanan kariernya di dunia mode Indonesia selama seperempat abad. Dia menyebut baju rancangannya sebagai “anak”. Perancang berusia 44 tahun ini menuturkan pernah kehilangan salah satu “anaknya” sebelum pameran bertajuk “Pilgrimage” berlangsung di Museum Tekstil, pekan lalu.
Tapi, yang dimaksud di sini bukan anak sungguhan. Anak bagi Didi adalah baju rancangannya. Sepanjang kariernya selama seperempat abad, tentu sudah tidak terhitung berapa banyak anak Didi. Anak-anak itulah yang dipamerkan di Museum Tekstil. “Saya memang menganggap setiap karya saya seperti anak sendiri, dan saya ibunya,” kata Didi.
“Ada beberapa baju yang akhirnya tidak ditemukan karena saya tidak tahu siapa yang memiliki karya itu,” kata Didi. Baju-baju rancangannya, ujar Didi, sebagian pernah dijual di department store sehingga dia sulit mengumpulkannya lagi. Padahal, Didi selalu mencatat nama klien yang membeli pakaian rancangannya. (Baca: Begini 7 Tren Mode Tahun Depan)
“Tapi, khusus yang dijual di department store saya tidak tahu siapa yang beli,” kata lulusan Lembaga Pendidikan Tata Busana Susan Budihardjo dan Atelier Fleuri Delaporte, Paris, ini.
Dalam “Pilgrimage”, Didi mengumpulkan 70 busana yang terdiri atas 300 potong artikel pakaian, termasuk di dalamnya aksesori yang sebagian besar dirancang oleh desainer aksesori Rinaldy A. Yunardi. Semuanya disusun sesuai dengan gaya baju itu saat pertama kali ditampilkan beberapa tahun silam. (Baca: Perjalanan Fantasi Didi Budiardjo)
Sebagian dari pakaian yang dipamerkan ini ternyata memang sengaja disimpan oleh Didi sejak lama dengan tujuan untuk dipamerkan. Momen seperempat abad berkarya dianggap menjadi waktu yang tepat bagi Didi untuk memperkenalkan “anak-anaknya” lebih dekat kepada publik.
Kita bisa melihat banyak sekali ragam karya Didi, dari yang tertua buatan 1989 hingga yang terbaru pada 2014. Pameran itu juga menunjukkan proses kreatif yang dilalui oleh desainer asal Malang ini. Didi membagi area pamer di Museum Tekstil, Tanah Abang, menjadi 14 ruangan. Perjalanan dimulai dari The Atelier hingga Finale. Semuanya—yang ditata oleh penata artistik Felix Tjahjadi—merepresentasikan proses kreatif Didi, dari mencari inspirasi koleksi pakaian hingga tampilan di panggung. (Baca: Didi Budiarjo Diminta Rancang Baju Istri Ahok)
Di ruang The Atelier, misalnya, kita diajak mengintip bagaimana Didi memperoleh inspirasinya. Ada ratusan buku yang ditumpukkan di berbagai pojok. “Sebenarnya di bengkel kerja saya masih ada lebih banyak lagi. Ini cuma sebagian saja,” kata Didi. Buku itu, ujar dia, tidak melulu soal mode. “Ada juga yang tidak berhubungan dengan mode, seperti buku resep masakan.” (Baca: Keingintahuan dan Tafsir Cinta Ala Didi Budiardjo)
Yang menarik dalam pameran ini, Didi juga memamerkan karya orang lain. Misalkan, lukisan karya Sebastian Gunawan, ataupun korset perdana karya desainer Eddy Betty, yang memang dikenal luas. Salah satu yang istimewa adalah sebuah kolase karya begawan mode Indonesia, Pieter Sie.
“Saya kebetulan memenangi kolase itu dari sebuah lelang,” kata dia. Didi merasa punya ikatan khusus dengan almarhum Pieter Sie yang selalu memberi dukungan bagi kariernya. “Semasa hidupnya dia selalu menelepon kalau saya mau show,” ujar Didi.(Baca: Merayakan Inspirasi Perancang Muda)
SUBKHAN | HP
Terpopuler
Paulina Vega Terpilih Sebagai Miss Universe
Elvira Raih Kostum Nasional Terbaik Miss Universe
Rambut Presiden Abraham Lincoln Terjual Rp 9 M
Jangan Panik Menghadapi Epilepsi
Waspada Obat Epilepsi untuk Si Kecil