TEMPO.CO, California – Jauh sebelum bangsa Eropa tiba di Pulau Paskah pada 1722, budaya Polinesia asli yang dikenal sebagai Rapa Nui telah menunjukkan tanda-tanda penurunan demografi. Penyebab proses degradasi tersebut juga telah lama diperdebatkan.
Beberapa kalangan ilmuwan percaya bahwa degradasi demografi di Pulau Paskah terjadi karena revolusi politik kolonial Eropa. Di lain pihak, beberapa akademikus percaya masyarakat Polinesia terserang wabah penyakit. Mana yang benar?
Studi terbaru dari kelompok peneliti internasional yang dipimpin oleh ilmuwan dari University of California, Santa Barbara, mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Oliver Chadwick, pemimpin penelitian, mengatakan penelitian ini dimulai dari kerangka kronologis Pulau Paskah.
“Setelah melakukan penelusuran, kami percaya bahwa demografi Pulau Paskah hancur karena perilaku masyarakatnya sendiri,” kata Chadwick, pakar geografi dan studi lingkungan di UC Santa Barbara, seperti dikutip dari Sciencedaily, Rabu, 28 Januari 2015. Temuannya diterbitkan dalam jurnal Proceeding National Academy of Sciences.
Sebelum memulai penelusurannya, Chadwick mengira kehancuran di Pulau Paskah terjadi saat Eropa datang. Namun dia menemukan fakta lain di lapangan. “Ada beberapa komunitas yang meninggalkan pulau dan sejumlah kelompok lain tak menjaga lahan pertanian mereka.”
Chadwick menelusuri sejarah demografi Pulau Paskah ini bersama dua pakar lain. Yakni pakar arkeologi dari Virginia Commonwealth University, Christopher Stevenson; dan anggota Departemen Arkeologi University of California Davis, Cedric Puleston.
Ketiganya menelusuri beberapa lokasi pertanian yang juga digunakan penduduk untuk membangun tempat tinggal mereka. Penelitian ini difokuskan pada iklim, kandungan senyawa kimia tanah, dan penggunaan lahan yang ditentukan oleh analisis obsidian. Selain itu, tim peneliti ini mengukur jumlah air yang menembus permukaan obsidian dan menentukan umur lahan.
Menurut Chadwick, lokasi penelitian mencerminkan keanekaragaman lingkungan pulau yang memiliki luas 101.4 kilometer persegi itu. Pulau ini termasuk dalam daftar Kepulauan Hawaii Muda, yang pada 1200 sebelum Masehi dihuni oleh orang Polinesia.
Lokasi pertama berada di pantai, tepat di bawah bayang-bayang gunung api. Lokasi ini memiliki curah hujan rendah dan mengandung unsur hara tanah yang relatif tinggi. Lokasi kedua berada di gunung berapi, yang memiliki curah hujan tinggi tapi kandungan nutrisi pada tanahnya rendah. Lokasi ketiga ialah pantai yang berada di timur laut, yang memiliki curah hujan tinggi dan nutrisi tanah yang tinggi.
Kondisi ketiga lokasi tersebut, menurut Chadwick, menggambarkan kondisi Pulau Paskah sebelum bangsa Eropa datang. Tanah beberapa lokasi, kata dia, dapat menghasilkan makanan yang baik untuk dikonsumsi. Hanya, dia menjelaskan, masyarakat Polinesia di Paskah tak dapat mempertahankan hal tersebut.
SCIENCEDAILY | AMRI MAHBUB
Berita lainnya:
Selalu Bilang Next, Ceu Popong Tegur Menteri Anies
KPK Rontok, Giliran Yusuf PPATK 'Diteror' DPR
'Jokowi, Dengarkan Kesaksian Ratna Mutiara'
Kasihan Jokowi: KPK Habis, Polisi-Jaksa Disetir..