TEMPO.CO, Jakarta - Opsi pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo yang dilontarkan oleh politikus PDIP, Effendi Simbolon, dinilai pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti, tidak masuk akal. Alasannya Jokowi tidak memenuhi syarat untuk dimakzulkan.
"Apakah Jokowi melanggar UUD 1945 atau melakukan tindak pidana untuk bisa dimakzulkan? Sepertinya Pak Effendi Simbolon harus kembali membaca aturan pemakzulan," ujar Ikrar ketika dihubungi Tempo, Rabu, 28 Januari 2015. (Baca: Kinerja Dinilai Jeblok, Jokowi Tak Kenal 100 Hari)
Sebelumnya, Effendi Simbolon mengkritik kinerja Jokowi dalam seratus hari pemerintahannya. Menurut Effendi, Jokowi tidak menghasilkan prestasi apa pun dalam seratus hari kerja. (Baca: Denny Indrayana: Jokowi Tangan Tunduk pada KMP)
Selain itu, aksi Jokowi melakukan eksekusi terpidana narkotika pun dianggap hanyalah sebuah lakon pencitraan oleh Effendi. Dengan prestasi yang buruk itu, Effendi kemudian mengingatkan Jokowi akan bahaya pemakzulan.
Ikrar menjelaskan, Pasal 7B UUD 1945 yang menjadi dasar pemakzulan tak menyebut kinerja sebagai syarat pemakzulan. Syarat pemakzulan, kata dia, hanyalah pelanggaran terhadap konstitusi dan melakukan tindak pidana.
DPR pun, kata Ikrar, tak bisa menjadi satu-satunya pihak yang memutus apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak. Ia berkata, DPR harus mengajukan permintaan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi dahulu yang didukung dua per tiga jumlah anggota DPR.
"Jadi tidak semudah yang dibayangkan. Syarat itu dibuat ketika Presiden Gus Dur dimakzulkan," ujar Ikrar. Selama seratus hari memerintah pun Jokowi tidak melanggar apa pun.
Hal senada diucapkan oleh pengamat politik, Syamsudin Harris. Ia berkata, tak ada celah yang bisa digunakan untuk memakzulkan Jokowi saat ini. Ia pun beranggapan pemakzulan yang dilontarkan Effendi hanyalah asal ucap.
ISTMAN M.P.
Terpopuler
Menteri Tedjo, Jaya di Laut Gagal di Darat
Selalu Bilang Next, Ceu Popong Tegur Menteri Anies
Pengacara Budi Gunawan Kini Incar Penyidik KPK
KPK Rontok, Giliran Yusuf PPATK 'Diteror' DPR