TEMPO.CO , Riyadh:Raja Abdullah yang meninggal pekan lalu merupakan raja keenam Saudi Arabia dan dianggap sebagai tokoh reformis penting di Saudi. Ia membuat banyak perubahan positif di kerajaannya dalam bidang pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Tetapi, di balik rezim modernisasinya, terdapat beberapa fakta menyedihkan semasa kepemimpinannya. Berikut fakta menyedihkan seperti dikutip dari Russia Today, Selasa, 27 Januari 2015.
Pertama, dalam masa kepemimpinannya Raja Abdullah menolak adanya pemilihan umum, partai, parlemen.Tidak ada kebebasan berpendapat.
Hanya ada ruang penasihat simbolik yang dikenal sebagai Majlis al-shura di Arab Saudi, tetapi tetap tidak bisa mewakilkan kebebasan berpendapat di Arab Saudi. Setahun yang lalu, seorang aktivis oposisi Abd Al-Kareem-al-khoder dipenjara karena telah mengkritik masa kepemimpinan Raja Abdullah dan meminta untuk mengganti sistem kerajaan di Arab Saudi. Hal tersebut sesuai dengan ranking pada Freedom House tahun 2014 bahwa Arab Saudi menempati ranking terbawah sebagai negara yang mempunyai kebebasan, sama seperti pada dekade sebelumnya.
Kedua, menyamakan semua pekerjaan pria berdasarkan keturunan.
Dalam masa kepemimpinan Raja Abdullah, setiap pria harus melakukan pekerjaan sesuai dengan garis keturunannya, tidak boleh menyimpang. Walaupun terdapat seseorang yang berbakat di bidangnya dan mendapat kedudukan sesuai bakatnya, tetapi menyimpang dengan garis keturunannya, ia akan dikucilkan. (Baca:Forbes: Raja Abdullah Paling Berkuasa di Timur Tengah)
Ketiga, Arab Saudi masih menggunakan sistem kerajaan yang dianggap ketinggalan zaman untuk masa sekarang.
Di Arab, kekuasaan tidak berikan kepada anak pertama dari seorang raja melainkan kepada adik dari raja tersebut. Raja Abdullah yang baru saja meninggal pada usia 90 tahun digantikan oleh saudara tirinya Salman yang berusia 79 tahun. Ketika Salman meninggal, maka ia akan digantikan oleh Pangeran Muqrin yang saat ini berumur 70 tahun. Artinya, pemimpin dari Saudi Arabia relatif sudah tua. Hal ini tidak jelas bagaimana sistem tersebut dapat menjamin peningkatan kesejahteraan dan stabilitas negara atau tidak.
Keempat, hukum tradisional.
Di Arab Saudi hukum tradisional masih dipertahankan. Mereka menghukum seseorang dengan melakukan hukum rajam, cambuk dan qishas--sesuai intepretasi mereka pada Al-Qur'an, terlepas memberikan sanksi menggunakan hukum formal. Ketika seseorang tertangkap mencuri maka ia akan dipotong tangannya, ketika seseorang tertangkap sedang mengintip maka dia akan dicongkel matanya dan hukuman lainnya yang sesuai dengan interpretasi mereka terhadap kita suci. Pada tahun 2014, sebanyak 87 orang telah dijatuhi hukuman penggal kepala di Arab Saudi.
Baca juga:
Biarkan Mbah Ronggo, Jokowi: Ini Cara Bantu KPK
Politikus PDIP: Jokowi Bisa 'Game Over'
KPK Tolak Bambang Mundur, Bola Panas di Jokowi
Johan Budi KPK Bicara Soal Serangan dan Dendam