TEMPO.CO, Malang - Keluarga korban AirAsia QZ8501 pasrah dan memahami penghentian operasional pencarian. In In Ratnawati, 38 tahun, keponakan korban AirAsia Djarot Biantoro, mengatakan semua kerabat sebenarnya tidak rela jika jenazah paman mereka belum ditemukan. Namun mereka juga memahami risiko dan bahaya bagi tim pencari.
"Faktor keselamatan juga harus diperhatikan," katanya, Rabu, 28 Januari 2015. Mendiang Djarot pergi ke Singapura bersama istrinya, Ernawati, 56 tahun, dan anaknya, Kevin Biantoro, 17 tahun. Jenazah Djarot ditemukan dan telah disemayamkan di rumah persemayaman Gotong Royong Malang. Sedangkan jasad Ernawati dan Kevin belum ditemukan. (Baca: Tas Terduga Korban Air Asia Ditemukan di Perairan Sulawesi)
In In bersama kerabat lainnya berharap jenazah keduanya berada di antara sejumlah jenazah yang telah ditemukan dan belum teridentifikasi. Sejumlah jenazah belum berhasil diidentifikasi dan masih disimpan di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Sejumlah data pendukung untuk identifikasi, seperti DNA dan ciri-ciri fisik, menjadi sumber untuk identifikasi. (Lihat: Tragedi AirAsia: Naik Cepat di Detik Akhir)
Jenazah Djarot yang disimpan dalam peti berkode B 66 teridentifikasi dari obat tetes mata di saku celana. Juga, dari tato bergambar mawar di lengan kanan dan foto rontgen gigi. Djarot menggunakan gigi palsu. Berbekal foto Djarot dengan tato mawar, tim DVI di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya berhasil mengidentifikasi korban. Jasad Djarot ditemukan dalam kondisi terikat di kursi pesawat. (Baca: Kerusakan AirAsia QZ8501 Dinilai Sulit Dideteksi)
EKO WIDIANTO