TEMPO.CO , Jakarta: Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tidak khawatir tanggapan negara lain terhadap pelaksanaan hukuman mati terpidana narkoba. Prasetyo mengutamakan pemberantasan narkoba dibanding menggubris reaksi keras negara lain.
"Perlu saya sampaikan tentunya kita bukan berhadapan dengan negara. Tapi ini melawan kejahatan serius. Indonesia darurat narkoba," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 28 Januari 2015. (Baca: Jaksa Agung Bahas Hukuman Mati Dengan DPR)
Kejaksaan mengeksekusi enam gembong narkoba pada 18-19 Januari 2015. Eksekusi dilakukan di tempat terpisah yaitu Pulau Nusakambangan dan Boyolali Jawa Tengah.
Para terpidana yaitu Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (Belanda), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemua (Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (Indonesia).
Mereka dieksekusi di Pulau Nusakambagan Cilacap. Sementara satu terpidana asal Vietnam, Tran Thi Bich, dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.
Prasetyo mengatakan Indonesia menduduki posisi ketiga dalam jaringan narkoba internasional, setelah Mexico dan Kolombia. Menurut Prasetyo, dia khawatir semakin banyak pemuda yang jadi korban jika pengedar narkoba tak dihukum mati. "Ini soal masa depan pemuda. Ke depannya empat juta pemuda mati karena narkoba."
Kejaksaan baru menggelar eksekusi mati periode pertama. Masih ada terpidana lain yang akan terkena hukuman ini. Prasetyo mengatakan terlambatnya eksekusi mati disebabkan oleh kekosongan hukum soal permohonan peninjauan kembali.
"Eksekusi lama karena legislasi. Yang pasti acuan kami putusan grasi dari presiden dan putusan Mahkamah Agung bahwa pengajuan PK hanya sekali."
PUTRI ADITYOWATI
Berita Lainnya:
Sebelum Diserang KPK Bongkar Kasus Raksasa Ini
KPK Rontok Giliran Yusuf PPATK Diteror DPR
Kasihan Jokowi: Tiga Alasan KPK Dirontokkan