TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum berhasil menyimpulkan penyebab kecelakaan Air Asia QZ8501. Pesawat yang bertolak dari Surabaya menuju Surabaya itu jatuh di Selat Karimata, pada Ahad, 28 Desember 2014.
Menurut ketua tim investigasi Air Asia QZ8501, Mardjono Siswosuwarno, KNKT membutuhkan investigasi lanjutan untuk mengungkap dengan detail penyebab jatuhnya pesawat.
"Jadi, yang bikin pesawat bisa terbang adalah adanya daya angkat. Ketika kemiringan moncong terlalu tinggi, maka daya angkat akan kurang. Tapi jangan disimpulkan stall dulu," kata Mardjono. (Baca: Tragedi AirAsia dan Kisah Dikejar Media Asing)
Dia melanjutkan, ada berbagai kemungkinan terkait dengan jatuhnya pesawat Air Asia. Misalnya, setir Air Asia nahas itu mungkin rusak (baca: Ternyata Sistem Kemudi Air Asia QZ8501 Pernah Rusak). Namun, ternyata Air Asia itu layak terbang (lihat pula: KNKT: Air Asia QZ8501 Layak Terbang). Untuk itu, ujar Mardjono, semua pihak diminta bersabar untuk menunggu hasil laporan akhir maksimal 12 bulan mendatang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kotak hitam atau black box pesawat, KNKT menemukan beberapa fakta penting baru di balik jatuhnya Air Asia. Di antaranya adalah pesawat dikemudikan oleh kopilot Remi Emmanuel Plesel. Sedangkan kapten pilot Irianto duduk di sebelah kiri sebagai pilot monitoring.
"Dalam rekaman terdengar, sejak awal kapten pilot sebagai monitoring dan yang berkomunikasi dengan ATC," kata Mardjono.
Selain itu, KNKT menemukan fakta bahwa alat stall warning sempat menyala sebelum mengalami pesawat kecelakaan. Alat tersebut menyala sejak pesawat mencoba naik ke ketinggian 32 ribu kaki. Setelah pesawat mencapai ketinggian 37.400 kaki, pesawat diketahui turun perlahan. Saat itu alat stall warning masih menyala. (Baca: Menanjak Tiba-tiba, Alarm Air Asia Menyala)
PINGIT ARIA
VIDEO TERKAIT:
Terpopuler
Sindir Jokowi, NasDem: Kalau Bisa Diintervensi, Jangan Jadi Presiden
Diminta Mundur Tim Jokowi, Budi Gunawan Bereaksi
Budi Gunawan Didukung Mega? Ini Kata Wakapolri