TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kebutuhan dolar di pasar domestik membuat rupiah kembali terperosok ke kisaran 12.600 per dolar.
Di transaksi pasar uang hari Jumat, 30 Januari 2015, rupiah ditutup melemah 88 poin (0,70 persen) ke level 12.670 per dolar Amerika Serikat. Pergerakan rupiah seiring dengan mata uang Asia lainnya yang cenderung mengalami koreksi terhadap dolar.
Ekonom dari PT BNI Securities, Heru Irvansyah, mengatakan dolar sedang menguat terhadap semua mata uang Asia setelah kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed). Tetapi, pelemahan rupiah paling tajam se-Asia akibat meningkatnya kebutuhan dolar korporasi di akhir bulan. "Meningkatnya permintaan dolar menggerus kurs rupiah."
Meningkatnya kebutuhan dolar korporasi disebabkan oleh dua hal. Pertama untuk kebutuhan operasional atau impor. Kedua untuk pembayaran utang luar negeri. Menurut Heru, kebutuhan dolar untuk operasional tidak terlalu membebani kurs rupiah karena memang sudah rutin.
Yang menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah ialah kewajiban utang luar negeri korporasi yang sangat besar. "Menurut Bank Indonesia, total utang jatuh tempo jangka pendek (di bawah 1 tahun) mencapai US$ 48 miliar atau setara Rp 540 triliun. Beban utang inilah yang menyebabkan ledakan permintaan dolar," kata dia.
Di pasar global, dolar masih menjadi aset paling aman di dunia setelah bank sentral Amerika (The Fed) memastikan ada kenaikan suku bunga deposito tahun ini. Namun, The Fed masih belum menentukan kapan waktu kenaikan tersebut.
Hingga pukul 16.00 WIB, rupee India melemah 0,05 persen terhadap dolar, yuan melemah 0,06 persen, peso Filipina merosot 0,06 persen, dan dolar Hong Kong melemah 0,06 persen. Sementara itu, yen menguat 0,45 persen terhadap dolar.
PDAT | M. AZHAR
Berita Lain
Ketemu Prabowo, 3 Tanda Jokowi Jauhi Jeratan Mega
Terungkap, 4 Fakta Sebelum AirAsia Jatuh
Gara-gara Ini, Akbar Tandjung Tinggalkan Ical
Saksi Budi Gunawan Suka Mangkir, Siapa Dalangnya?