TEMPO.CO, Bengkulu - Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Perwakilan Bengkulu memusnahkan ratusan lobster karena melanggar aturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar di halaman kantor Balai Karantina Ikan Bengkulu.
"Karena tidak diambil oleh pemiliknya pascapenyitaan di Bandara Fatmawati, maka terpaksa kami musnahkan," kata Kepala Perwakilan Balai Karantina Ikan Bengkulu Dedy Arief, Senin, 2 Februari 2015. (Baca berita terkait: Menteri Susi: Jangan Tangkap Lobster Bertelur!)
Ia berujar pemusnahan dilakukan karena masa penolakan telah habis dan tidak diambil oleh pemiliknya. Maka sesuai aturan, lobster yang dikenal memiliki nilai ekonomi tinggi itu dibakar lalu dikubur.
Agar kejadian serupa tidak terulang, Dedy mengusulkan kepada pemerintah daerah supaya membuat peraturan daerah tentang ketentuan dan manajemen penangkapan lobster untuk mendukung Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. (Baca: Abaikan Menteri Susi, Nelayan Tangkap Lobster)
"Sebaiknya pemerintah daerah membuat regulasi dalam bentuk perda mengenai besaran alat tangkap sesuai standar peraturan menteri dan jadwal penangkapan, karena lobster muncul di musim kemarau. Ini harus diatur agar pengembangbiakkannya dapat berjalan alamiah," kata Dedy.
Sebelumnya, kantor perwakilan Balai Karantina Ikan Bengkulu menggagalkan ekspor ratusan ekor lobster. Lobster itu terpaksa disita karena tidak memenuhi persyaratan ekspor sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 01 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan Hewan dan Tumbuhan. (Lihat pula: Menteri Susi Diprotes Bunda Tegal)
Dari hasil pemeriksaan, terdapat 230 ekor lobster berukuran lebih dari 200 gram, 103 ekor berukuran di bawah 200 gram, dan satu ekor dalam kondisi bertelur. Lobster-lobster itu berjenis mutiara, batik, bambu, dan pasir, berasal dari Kabupaten Kaur dan Kepulauan Enggano.
PHESI ESTER JULIKAWATI