TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Center for Strategic and International Studies, J. Kristiadi, mengatakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan harus mengikhlaskan Presiden Joko Widodo menjalankan mandatnya. Artinya, PDIP dilarang mengintervensi Jokowi ihwal jatah kursi di pemerintahan.
Kristiadi menjelaskan, bila Jokowi berhasil menjalankan program Nawa Cita, citra PDIP terangkat. Kemungkinan memenangi pemilihan umum pada 2019 semakin besar. "Orang-orang PDIP cemburu tidak dapat kekuasaan. Dia harus rela bahwa kadernya itu untuk rakyat," kata Kristiadi kepada Tempo, Rabu, 4 Februari 2015.
Bila partai berlambang banteng itu terus mengganggu dan ribut sendiri, kata Kristiadi, kinerja Jokowi bakal terganggu. Bukan tidak mungkin Jokowi dinilai gagal menjalankan program kerjanya. "Kalau Jokowi gagal, PDIP juga gagal pada pemilu mendatang," ujarnya.
Terbukti, dalam riset seratus hari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla oleh Lembaga Survei Indonesia pada akhir Januari 2015, tingkat elektabilitas Jokowi turun menjadi 42,29 persen dibandingkan Agustus 2014. Sebanyak 53,71 persen responden menyatakan tidak puas atas kinerja seratus hari pemerintahan Presiden Jokowi.
Sejak Agustus 2014, atau sebulan setelah Jokowi memenangi pemilu presiden pada 9 Juli 2014, tren elektabilitas Jokowi menurun. Di antaranya, pada Agustus 2014, elektabilitas Jokowi mencapai 71,73 persen; November 2014 turun menjadi 44,94 persen; dan pada Januari 2015 kembali anjlok menjadi 42,29 persen.
Menurut LSI, ada tiga rapor merah Jokowi, antara lain bidang hukum, ekonomi, dan politik. Tingkat kepuasannya masing-masing sebanyak 40,11 persen; 47,29 persen; dan 45,30 persen. Survei ini digelar LSI pada 26-27 Januari lalu. Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan melibatkan 1.200 responden di 33 provinsi.
DEWI SUCI RAHAYU