TEMPO.CO, Sorong - Terpidana 15 tahun penjara, Bripka Labora Sitorus, menolak menjalani hukuman. Ia kemudian mengancam akan menjalankan hukum rimba jika Kejaksaan Negeri Sorong, Papua Barat, menjebloskannya ke bui.
"Ada hukum rimba, saya ini tidak bersalah," kata Labora kepada Tempo di Sorong, Kamis, 5 Februari 2015.
Hukum rimba itu, menurut Labora, bisa saja bakal terjadi bentrok antara pendukungnya dan aparat keamanan. "Saya tak akan mengerahkan massa saat eksekusi berlangsung. Tapi, kalau ada warga yang membela saya, itu hak mereka. Saya tidak bisa paksa," ujarnya.
Menurut Labora, dirinya telah memegang surat bebas dari hukuman. Ia pun membantah melarikan diri. "Saya tidak pernah melarikan diri. Saya sementara ini sakit," ujarnya.
Adik angkat Labora, Freddy Fakdawer, mengatakan jumlah pendukung Labora ribuan orang. Pendukungnya akan mengawal Labora agar tidak dijebloskan ke bui. "Kami siap mati, pasti akan ada bentrok dengan keamanan, tapi kami tidak akan menyerah," ujarnya pada Kamis, 5 Februari 2015.
Pengadilan Negeri Sorong menghukum Labora bersalah dalam kasus illegal logging, penyalahgunaan bahan bakar minyak, dan tindak pidana pencucian uang.
Majelis hakim yang dipimpin Martinus Bala memvonis Labora dengan 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta pada 17 Februari 2014. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim memvonis Labora 15 tahun bui dan denda Rp 100 juta subsider 10 tahun bui.
Jaksa mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Sorong. Mahkamah Agung pada 17 September 2014 menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa.
JERRY OMONA