TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mensubsidi dan menerapkan pembayaran rupiah per kilometer untuk Kopaja yang beroperasi di Ibu Kota. Dengan sistem ini, sopir tak perlu lagi membayar setoran kepada pemilik karena akan digaji Pemprov DKI.
Namun rencana ini tak disetujui sopir. Andre Saputra, sopir Kopaja S66 rute Manggarai-Blok M, mengatakan memilih membayar setoran. "Saya lebih senang pakai sistem setoran," ujarnya saat ditemui di busnya, Kamis, 5 Februari 2015.
Andre beralasan, sistem setoran ini tak membuat dirinya tertekan. Dia bebas menentukan hari kerjanya. "Kalau capai, tinggal libur," ujarnya.
Sedangkan jika digaji, Andre khawatir ada kuota yang harus dipenuhi. Alhasil, dia tak bisa bergantian dengan sopir lain. "Nanti tiap hari harus saya yang memegang," tuturnya.
Dengan sistem setoran, Andre mengaku mendapat penghasilan yang mencukupi. Setelah dipotong uang setoran Rp 450 ribu per hari, biaya membeli solar, dan bagi hasil dengan kernet, dia masih bisa mengantongi sekitar Rp 400 ribu per hari. Dia tak yakin, bila nanti sistemnya diubah dengan gaji, penghasilannya akan melebihi jumlah tersebut.
Berbeda dengan Andre, sopir Kopaja S66 lain, Uwi, bersedia digaji DKI. Asal, gajinya mencukupi. "Lebih dari Rp 5 juta," ujarnya.
Alasannya, dia merasa membawa angkutan ini memiliki tanggung jawab besar. Dia harus menjaga keselamatan penumpangnya, terlebih dengan kepadatan lalu lintas Jakarta. "Tak gampang," tuturnya.
NUR ALFIYAH