TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih menunggu hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada pekan depan. Pelaku pasar menunggu apakah bank sentral juga akan memotong suku bunga acuannya, seperti yang dilakukan bank sentral India, Eropa, dan Australia baru-baru ini.
"Untuk jangka pendek, rupiah masih akan ditransaksikan di level 12.500-12.650 per dolar Amerika Serikat," ujar ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede.
Dari dalam negeri, menurut Joshua, rupiah masih terkena dampak sentimen positif dari surplus neraca perdagangan dan proyeksi inflasi tahunan yang di bawah 7 persen, menyusul deflasi 0,24 persen yang terjadi pada Januari lalu. Peningkatan ekspor pada Desember 2014 akan mengurangi beban defisit transaksi berjalan ke depan.
Sementara itu, rilis data ekonomi Amerika yang kurang meyakinkan membuat dolar AS kemarin tertekan terhadap sebagian mata uang dunia. Momentum pelemahan dolar AS itu, ujar Joshua, dimanfaatkan rupiah, yang terbukti menguat 27 poin (0,21 persen) ke level 12.630 per dolar AS di pasar uang kemarin.
Meski demikian, Joshua meminta pelaku pasar tetap perlu mewaspadai kembali menguatnya dolar AS setelah adanya kepastian bahwa bank sentral Amerika (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneternya pada kuartal kedua tahun ini. The Fed mungkin akan menaikkan Fed Fund Rate sebanyak 50 basis poin pada Juni-Juli 2015.
M. AZHAR (PDAT)