TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mengumumkan angka indeks kebahagiaan warga Ibu Kota pada 2014 mencapai 69,21 persen. Dalam skala 0-100, angka itu menunjukkan bahwa warga Jakarta tergolong cukup bahagia. "Semakin tinggi nilai indeks, artinya tingkat kehidupan semakin bahagia," demikian kata BPS dalam siaran pers, Kamis, 5 Februari 2015.
Sebanyak 1.129 rumah tangga yang terdiri atas kepala keluarga dan pasangannya berpartisipasi dalam survei pengukuran tingkat kebahagiaan 2014. Komposisinya, 61,56 persen responden adalah kepala rumah tangga, sedangkan sisanya adalah pasangan mereka. Berdasarkan jenis kelamin, komposisi responden perempuan dan laki-laki yakni 52,88 persen dan 47,12 persen.
Survei tersebut mengukur tingkat kebahagiaan berdasarkan sepuluh indikator. Tiga indikator kehidupan yang berkontribusi paling tinggi adalah pendidikan sebesar 15,43 persen, pendapatan rumah tangga 15,12 persen, serta pekerjaan 13,29 persen.
Menurut karakteristik demografi, indeks kebahagiaan warga Jakarta yang menikah dan warga yang masih lajang adalah 69,32 dan 67,9. Dari segi usia, penduduk berusia lebih dari 64 tahun merupakan kelompok yang paling bahagia. "Indeks warga berusia di bawah 24 tahun paling rendah, 62,01."
Sosiolog dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Musni Umar, meragukan angka indeks kebahagiaan itu. Sebab, kebahagiaan seseorang sering tak bergantung pada indikator yang bersifat mutlak.
Selain itu, menurut Musni, angka garis kemiskinan BPS sering bertolak belakang dengan fakta yang didapat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia mencontohkan, musibah banjir pada 2014 tergolong sangat parah lantaran terjadi bersamaan dengan pasang naik air laut. Di sisi lain, permukiman liar juga masih tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Data Pemerintah DKI pun menyatakan 4,7 juta warga merupakan penerima Kartu Jakarta Sehat. "Apa yang seperti itu masih bahagia?" kata Musni.
LINDA HAIRANI