TEMPO.CO , Bandung: Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan akan bersikap tegas terhadap impor baju bekas. Komoditas ini memang sudah lama dilarang masuk ke Indonesia. Namun hingga kini, penjualan baju bekas masih menjamur.
Contohnya adalah di Kota Bandung, Jawa Barat. Bila di Jakarta penjualan baju bekas berpusat di Pasar Senen, di Bandung terletak di Cibadak Mall atau dikenal dengan Cimol.
Jangan bayangkan Cimol serupa pasar baju bekas lainnya yang becek dan pengap. Di sini, para pedagang baju bekas menempati los-los yang nyaman di dalam pasar. Ada pula tukang jahit untuk mempermak baju.
Konsumen yang datang juga beragam. Bukan hanya kelas bawah, penggemar baju bekas di Cimol banyak pula dari kalangan orang berduit. Saban akhir pekan, tempat parkir di Cimol nyaris selalu penuh. Selain dari Bandung, banyak mobil berpelat luar kota di antaranya dari Jakarta.
Cimol selalu ramai peminat karena harganya yang murah, namun model baju yang tak ketinggalan zaman. Menurut salah satu pedagang, Igun Gunawan, dia telah berjualan berbagai jenis jaket impor bekas sekitar 2 tahun lalu. "Jaketnya kebanyakan made in China sih, tapi ada beberapa buatan Korea, Jepang, dan Eropa," katanya.
Pakaian bekas ini ramai peminat karena harganya lebih murah dibandingkan pakaian baru. Untuk jaket gunung misalnya, dibanderol dengan harga Rp 300 ribu.
Igun menyewa toko di Gede bage dengan harga Rp. 1 juta per bulan. Penghasilan yang dia peroleh setiap hari rata-rata sekitar Rp 200 ribu. "Kalau untuk penghasilan tidak menentu karena namanya juga pedagang kecil ya hasilnya juga kecil," ujarnya.
Sedangkan Yusmina, 53 tahun, pedagang lainnya menyatakan alasan pelarangan pakaian bekas karena mengandung penyakit, tidak masuk akal. "Kalau pakaian bekas impor itu mengandung bakteri yang membahayakan kenapa tidak ditutup dari dulu," ujar dia.
"Buktinya sudah belasan tahun saya menjual barang bekas impor, mulai dari pakaian dalam, baju tidur, kemeja, bed cover, sampai jaket, tapi tidak terkena penyakit berbahaya," kata Yusmina.
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil mendukung kebijakan tersebut. "Kalau ternyata pengujian mendalam telah dilakukan dan terbukti ada bakteri yang mematikan, saya setuju asal sesuai dengan prosedur," katanya.
AMINUDIN