TEMPO.CO, Banda Aceh - Salah satu wilayah penghasil giok Aceh, Kabupaten Nagan Raya, menutup sementara area penambangan batu bernilai tinggi itu. Hal ini dipicu aktivitas perburuan giok yang semakin meresahkan dan dapat merusak lingkungan.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Nagan Raya Samsul Kamal mengatakan pelarangan penambangan giok di wilayahnya dilakukan sementara waktu untuk kepentingan penertiban dan evaluasi. Jika diperlukan akan diperpanjang. “Untuk sementara hanya satu bulan, terhitung 5 Februari sampai 5 Maret 2015,” katanya saat dihubungi Tempo, Jumat, 6 Februari 2015.
Menurut Samsul, tindakan itu sesuai dengan Instruksi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Nomor 02/Forkopimda/2015 yang ditandatangani Muspida Nagan Raya, yaitu Bupati Nagan Raya, DPRD, Komandan Kodim, kepala kepolisian resor, dan kepala kejaksaan setempat.
Salah satu poin dalam intruksi itu adalah penghentian sementara penambangan batu giok dan sejenisnya. Tujuannya agar kegiatan tersebut tidak merusak lingkungan hidup dan hutan lindung.
Penertiban menyeluruh dilakukan untuk melindungi masyarakat dan sumber daya alam dari potensi munculnya bencana, seperti longsor, banjir, dan pencemaran air.
Samsul melanjutkan, nantinya penambangan giok akan dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat dengan izin dan tunduk pada aturan-aturan dari pemerintah setempat. “Sehingga nantinya lebih teratur, tidak merusak lingkungan, dan tentunya mendatangkan pemasukan daerah,” katanya.
Selama ini, kata Samsul, penambangan di sana tidak terkontrol. Banyak pihak luar Aceh yang masuk menggunakan alat berat untuk menambang giok. Beberapa wilayah telah rusak karena kecerobohan mereka. Daerah yang dikenal kaya batu giok di sana adalah wilayah Krueng Cut dan Blang Aras, Kecamatan Beutong Ateuh. “Ada sekitar 4.000 hektare yang banyak penambangnya,” katanya.
Para penambang juga telah diimbau turun. Aparat hukum akan menggelar razia di daerah-daerah penambangan. Jika kedapatan melanggar akan ditangkap, diproses sesuai hukum, dan giok yang ditambang pada masa stop akan disita untuk negara.
Di Aceh, ada tiga kabupaten yang mempunyai potensi giok. Selain Nagan Raya, ada Aceh Tengah dan Bener Meriah. Pemerintah Aceh Tengah juga selalu mengimbau warganya agar tidak merusak lingkungan dalam menambang giok.
Wakil Bupati Aceh Tengah Khairul Asmara mengatakan, untuk mengantisipasi penjarahan atau penyalahgunaan dalam penambangan giok, pihaknya telah mengeluarkan peraturan bupati yang mewajibkan pengenaan pajak pada obyek giok yang dibawa ke luar daerah. Juga, mewajibkan giok yang dibawa ke luar daerah tidak dalam bentuk bongkahan, tapi sudah berbentuk perhiasan seperti cincin, gelang, kalung, dan anting.
Saat membuka Festival Batu Aceh di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, 3 Februari lalu, Wakil Gubernur Muzakir Manaf mengatakan pemerintah Aceh mendukung eksploitasi batu perhiasan yang terkandung di alam Aceh. “Asalkan tetap menjaga keseimbangan alam, tidak merusak hutan.”
ADI WARSIDI