TEMPO.CO, Surabaya - Gara-gara buletin, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ali bin Abi Thalib yang bertempat di Jalan Sidotopo Kidul 51, Kecamatan Semampir, Surabaya, didatangi sekitar 20 orang dari massa Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) dan Laskar Ababillah Surabaya, Sabtu, 7 Februari 2015. Mereka menuntut penghentian aktivitas di STAI Ali bin Abi Thalib karena dianggap meresahkan.
Para pengunjuk rasa membentangkan beberapa poster, di antaranya bertuliskan “Faham Wahabi Tidak Diterima”, “Warga Semampir Tidak Menerima Ajaran Ali bin Abi Thalib”, dan “Kami Umat Nabi, Bukan Penyembah Nabi”.
Menurut Sekretaris Jenderal Ikamra Adras Ridwan, warga setempat merasa resah setelah beredar buletin Al-Iman yang dibagikan pada 16 Januari 2015. Salah satu tulisan dalam buletin itu menyebut merayakan Maulid Nabi adalah sarana yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan syirik.
Berdasarkan buletin tersebut, dalam acara peringatan Maulid Nabi, terdapat pujian-pujian berlebihan terhadap Rasulullah, sehingga mendudukkan beliau pada kedudukan Tuhan. Poin itu dianggap Adras tidak sesuai dengan apa yang dianut warga setempat.
Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Al-Iskan sekaligus pendiri STAI Ali bin Abi Thalib, Syaiful Hasan, tidak banyak berkomentar. Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyampaikan permintaan maaf terkait dengan isi buletin tersebut.
Menurut Syaiful, permintaan maaf dilakukan di depan Camat Semampir dan Muspika Kecamatan Semampir pada 29 Januari 2015. "Sudah enggak ada masalah," ujarnya.
Setelah menyampaikan surat tuntutan, massa membubarkan diri. Aksi ini juga menarik perhatian warga sekitar. Mengantisipasi rusuh, Kepolisian Sektor Semampir mengerahkan personelnya untuk menjaga lokasi.
AGITA SUKMA LISTYANTI