TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyatakan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaganya belakangan tidak maksimal. Hal itu karena fokus KPK terpecah akibat adanya konflik dengan kepolisian.
"Ada program-program yang melemah karena resource KPK digunakan untuk menghadapi situasi ini," kata Bambang pada acara peluncuran Madrasah Antikorupsi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Ahad, 8 Februari 2015.
Selain terpecahnya fokus, penyelidikan KPK juga terhambat karena contoh buruk yang ditunjukkan penegak hukum. Bambang menyebut beberapa tersangka tindak pidana korupsi dengan sengaja mengabaikan panggilan KPK karena meniru perilaku penegak hukum.
Sebelumnya, KPK memanggil sejumlah saksi dari kepolisian terkait dengan kasus transaksi mencurigakan yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK juga memanggil langsung Budi untuk diperiksa. Akan tetapi, mereka memilih mangkir.
Melemahnya KPK, kata Bambang, berdampak pada dunia bisnis Tanah Air. Bambang mengatakan sejumlah perwakilan asosiasi bisnis telah beberapa kali berkunjung ke KPK untuk menanyakan komitmen pemberantasan korupsi. "Barometer mereka adalah KPK. Kalau KPK dihancurkan, jelas bahwa republik ini sedang tidak menginginkan pemberantasan korupsi yang masif," tutur Bambang.
Atas upaya penghancuran sistematis pada KPK, Bambang menyerahkan jalan keluarnya pada Presiden Joko Widodo. Hanya wewenang presiden, kata Bambang, yang bisa menyelesaikan konflik kedua lembaga ini.
Kisruh KPK dan Polri bermula dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh komisi antirasuah. Hanya berselang hari, berturut-turut masalah menimpa pimpinan KPK mulai dari skandal foto mesum Abraham Samad, penangkapan Bambang seusai mengantarkan anak ke sekolah, hingga gugatan hukum atas semua komisioner KPK.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA